Sehingga saat persaingan di level awal, terjadi penyesuaian dan adaptasi terhadap permainan sepakbola secara utuh.
Dari seleksi itulah, klub dari pesantren yang terpilih tentu menambah fasilitas dan komposisi standar dalam menangani sebuah klub. Mulai dari manajer, assisten manajer, pelatih kepala (head coach), assisten pelatih, dokter, massager (pemijat) kitman, sekretaris tim dan seterusnya. Kepatuhan dalam pertandingan, ikut menjadi petentu dengan ketangkasan dukungan standar dari wasit, assisten wasit, wasit cadangan, match commissioner, penilai wasit, general coordinator (GC) dan panpel selaku penyelenggara dalam gelar Liga Santri.
Dari pengalaman penulis selaku Ketua Komdis Asprov PSSI Jatim yang mendapatkan tugas selaku Ketua Panitia Disiplin (Pandis) dalam gelar Liga 3 mulai di tingkat regional hingga Nasional, selain klub masih terlalu fokus ingin memenangkan pertandingan mengesampingkan aturan, regulasi, dan terlalu apriori terhadap keputusan wasit, di saat kondisi tim mengalami kekalahan.
Belum siap menerima secara fair play dalam pertandingan terjadi, selain fanatisme berlebihan, juga kurangnya memahami regulasi yang telah diatur oleh federasi PSSI. Lebih parah, bila pengadil di lapangan berbuat blunder di lapangan dan berpotensi memancing keributan dan belum mampu menciptakan bertandingan berjalan sesuai regulasi.
Faktor lain, kondisi pemain yang tidak didampingi dokter menjadi pemicu utama banyaknya pemain yang terpapar Covid-19. Baik saat dilakukan swab antigen dinyatakan reaktif. Begitu pula sesuai dengan SOP ditindaklanjuti dengan Swab PCR rata-rata positif. Banyak kemungkinan menjadi penyebab, termasuk dugaan rekayasa hasil swab, namun hal itu hanya sekedar alibi, dan salah satu faktor yang dominan kurang perhatian klub terhadap pemain serta tidak melibatkan dokter dalam tim, sehingga asupan gizi, vitamin dan suplemen kurang terjamin.
Ketika kondisi tersebut terabaikan, tim tentu membuat alibi dan argumentasi yang seakan-akan bersandar pada regulasi, diantaranya pasal 7 ayat 7, intinya batasan dalam kondisi pandemi minimal tim yang bertanding ada 13 pemain termasuk kiper. Padahal, kalau ada upaya pencegahan tentang taat prokes, pemain bisa menjaga diri, tentu dengan gizi, istirahat, dan vitamin tentu bakal menambah imun.
Kembali ke Liga Santri. Tentu, peristiwa yang terjadi di Liga 3 Nasional tidak bakal terulang lagi. Apalagi, pesertanya adalah pesantren yang secara kultur sangat mengedepankan relegi. Plus, penyelenggara adalah TNI AD dan tentu mendapat dukungan dari aparat Polri.
Sekarang tinggal, dari perangkat pertandingan, hanya sekedar melaksanakan tugas atau ikut andil memberikan pencerahan sepakbola bagi pesantren. Ayo dukung, Piala KSAD Liga Santri 2022. (*)