Gara-gara adalah bagian dari suatu episode pegelaran wayang. Pada setiap pegelaran itu menampilkan sebuah episode cerita. Misalnya tentang Perang Baratayuda. Salah satu episodenya adalah Drona Gugur. Tentang Ramayana misalnya, salah satu episodenya adalah Anoman Obong. Episode itu sudah ada pakemnya. Memang kadang ada dalang mbeling membuat lakon karangan seperti Sengkuni Sunat, Petruk Dadi Ratu.
Bocah Bajang Nggiring Angin
Wayang itu artinya bayangan. Lelakon wayang adalah bayangan atau cerminan lakon kehidupan manusia. Gara-gara dalam pewayangan itu menjadi simbol babak kehidupan manusia yang akan diikuti kembalinya Fitrah.
Dalam pewayangan, Fitrah itu dinarasikan mengalunnya tembang: Bocah bajang nggiring angin/ anawu banyu segara/ ngon-ingone kebo dhungkul/ sa sisih sapi gumarang.
Bocah bajang itu wujudnya bayi. Bayi itu simbol kesucian. Jati diri. Kasunyatan. Kullu maulidin yuladu alal fitrah (setiap kelahiran itu suci). Perikeberadaan bumi itu pada dasarnya (asalnya) baik. Bumi selalu tunduk dan berdzikir kepada Allah.
Sebelum manusia diciptakan, dihuni oleh mahluk jin. Bangsa jin membuat kerusakan di muka bawana (bumi). Lantas Allah memperbaiki atau mereformasinya.
Maka ketika manusia diturunkan menjadi penguasa di bumi, Allah memerintahkan untuk tidak merusak bumi yang sudah direformasi itu.
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah direformasi/diperbaiki. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (Quran 7:56).
Bocah bajang nggiring angin. Ketika bumi merajut kembali fitrahnya akan mengantarkan kepada kehidupan baru dalam naungan rahmat Tuhan. Watak angin itu kan segar, dinamis, selalu berkembang.
Anawu banyu segara atau menguras air laut artinya akan menghadirkan keberkahan, khususnya dalam bidang ekonomi. Air laut akan menguap jadi hujan. Hujan banyak disebut di dalam Quran adalah rahmat Allah yang akan menumbuhkan tanaman yang berguna bagi manusia dan mahluk lain.
Ingon-ingone kebo dhungkul/ sa sisih sapi gumarang. Ini mengingatkan kisah reformasi bumi. Bangsa Yakjuj dan Makjuj telah membuat kerusakan di muka bumi. “Wahai Zulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj telah membuat kerusakan di muka bumi.” (Quran 18:94).
Allah mereformasi bumi yang dirusak Yakjuk dan Makjuj itu dengan cara mengutus Zulkarnain. Sapi gumarang itu simbolisasi dari Zulkarnain. Kok bisa? Zulkarnain artinya bertanduk dua. Sapi gumarang itu sapi pilihan bertanduk dua panjang.
Adapun kebo dhungkul itu simbolisasi dari rakyat yang lugu, jujur, polos, adil, santun tapi terdzalimi. “Suatu kaum yang hampir tidak memahami pembicaraan.” (Q 18:93).
Zulkarnain bersama rakyat yang jujur, sederhana, adil kemudian mengusir Yakjuj dan Makjuj. Lantas membuat tembok dari campuran besi dan tembaga setinggi dua gunung sebagai hukuman untuk Yakjuj Makjuj. Tembok itu juga sebagai simbol pembatas yang adil dengan yang dzalim, yang haq dengan yang batil.
Tembang itu mengingatkan bahwa Yakjuj dan Makjuj akan kembali hadir di akhir jaman untuk menebar kerusakan. Dan insya Allah, kembali Allah akan mengutus manusia Zukkarnain kembali untuk menindak Yakjuj Makjuj.
Qarnain itu secara bahasa juga berarti dua era. Manusia berkarakter Zulkarnaen akan kembali hadir di era kedua atau akhir jaman menjelang kiamat. Maka kebo dhungkulk (rakyat) harus memilih pemimpin yang memiliki karakter dan jatidiri Zulkarnain untuk memimpin melawan Yakjuj dan Makjuj.
Lantas siapa manusia pemimpin berkarakter Zulkarnaen itu? Rabbi a’lam.
Anwar Hudijono, kolumnis tinggal di Sidoarjo.