Oleh Djoko Tetuko – Pemimpin Redaksi WartaTransparansi
Dalam sejarah Madura banjir Pamekasan menjadi pekerjaan rumah banyak pihak, sebab kebiasaan banjir terjadi di Madura Barat, Bangkalan dan Sampang. Hal itu karena situasi dan kondisi akses jalan utama, pegunungan dan perbukitan rawan longsor dan banjir bandang, juga kedekatan dengan laut dengan bahaya ketika rob di musim hujan.
Hasil penelitian tentang peristiwa bencana banjir di Madura Barat tahun 1875-1940, menjadi sebuah permasalahan serius bagi Pemerintah kolonial Belanda.
Banjir yang hampir melanda setiap tahun di musim penghujan membawa dampak sangat serius bagi masyarakat Madura Barat, khususnya di bidang kesehatan.
Penyebab dari banjir di Madura Barat adalah meluapnya sungai akibat dari wilayah Madura yang berada di bawah permukaan laut dan diperparah karena adanya sistem drainase kurang maksimal. Apalagi jika air laut naik ke permukaan
Rob (bahasa Jawa) adalah banjir air laut atau naiknya permukaan air laut. Rob adalah banjir yang diakibatkan oleh air laut yang pasang yang menggenangi daratan, merupakan permasalahan yang terjadi di daerah yang lebih rendah dari muka air laut. Rob ini telah terjadi cukup lama dan semakin parah karena terjadi penurunan muka tanah sedang muka air laut meninggi sebagai akibat pemanasan suhu bumi..
Di Bangkalan biasanya banjir terjadi di Blega, sedangkan di Sampang di sepanjang Jalan Raya Pusat dan jalan Provinsi di Kecamatan Jrengik dan di Kecamatan Kedungdung.
Akibat banjir di Pamekasan, Sabtu (19/12/2020)
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa langsung mendatangi rumah rumah warga korban banjir.
Banjir menggenangi rumah warga hingga setinggi 1 meter lebih. Dan Gubernur Khofifah membagikan nasi bungkus dan air mineral. Daerah wilayah banjir di 4 kelurahan, yaitu; Patemon, Jungcangcang, Gladak anyar, dan Parteker Kecamatan Kota Pamekasan.