Tetapi, 21 tahun kemerdekaan pers diberikan kepada seluruh insan pers, selama periode 5 Presiden (BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo), pers justru semakin meninggalkan cita-cita luhur sebagaimana dituangkan dalam konsideran di atas.
Pera sudah berubah menjadi kehidupan bisnis terselubung, bahkan jauh dari kemerdekaan pers dengan cita rasa dan nilai perjuangan mampu mengubah tatanan kebobrokan dan kekuasaan membabi buta menjadi kekuasaan berbudi pekerti luhur.
Kondisi pers seperti sekarang ini, apalagi antar insan pers (apalagi berbeda bendera organisasi) saling “mematikan”. Bukan saling membangun kekuatan dan menguatkan. Sehingga kemerdekaan pers menjadi tanda tanya besar. Masihkah pers merdeka atau sesungguhnya sudah mati, tetapi hanya sekedar memberi janji dan mengumbar informasi.
Pers hebat bermartabat menjadi media perjuangan bersama rakyat dan umat, mengubah berbagai tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara “kurang sehat”, semakin langka dan hampir punah. Inilah menjadi pertanyaan “Pers Merdeka atau Mati”. Pers masih merdeka atau sudah mati.
Padahal, Peranam Pers sebagaimana tertuang pada pasal 2-7 UU Pers sudah jelas dan tegas. Bahkan begitu mulia; “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip- prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”.
Pada pasal 3 lebih menjanjikan sebagai sebuah alat perjuangan sepanjang masa; (1) “Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
(2). Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi .
Bahkan pasal 4 memberikan jaminan ;
(1). Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
(2). Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
(3). Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
(4). Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5 mengamanatkan;
(1) “Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”.
(2). Pers wajib melayani Hak Jawab.
(3). Pers wajib melayani Hak Tolak.
Peranan paling penting sebagai pers nasional;
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
Hari ini, tanggal 23 September 2020, pers masih sulit memperjuangkan kebenaran dan keadilan, kritik konstruktif, dan koreksi terhadap kekuasaan, pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Demikian juga harapan mencontohkan demokrasi sejati dan mewujudkan supremasi hukum. Pers sudah tidak lagi mensejajarkan dengan pemerintahan, termasuk melakukan koreski dan kritik serta masukan atas bebarapa penyimpangan dan ketidakwajaran.
Pers terkesan hanya menyuarakan penguasa dan mereka yang berdaya. Pers membiarkan mereka yang teraniaya dan terluka, bahkan terdhalimi. Inilah sesungguhnya kegundahan terhadap pers? Masihkan Merdeka atau (sudah lama) Mati. (@)