14 Lembaga Pendidikan Lolos Penilaian Adiwiyata Kota Surabaya 2020

14 Lembaga Pendidikan Lolos Penilaian Adiwiyata Kota Surabaya 2020

“Sementara saat ini, hanya ada tiga aspek penilaian berdasarkan Permen LHK Nomor P.52 dan P.53 Tahun 2019. Aspek penilaian itu mulai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi,” jelas dia.

Selain itu, kata Dyan, dalam Permen LHK yang baru itu, setiap Sekolah Adiwiyata juga dituntut dapat memberikan dampak manfaat keberadaan sekolah tak hanya untuk dirinya sendiri atau warga sekolah. Tapi, lingkungan atau masyarakat di sekitar juga harus mendapat manfaat dengan adanya Sekolah Adiwiyata tersebut.

“Jadi keberadaan sekolah itu tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga masyarakat sekitarnya. Penekanannya sebenarnya bukan pada penghargaan. Penghargaan hanya sebagai bonus karena upaya yang telah dilakukan. Tapi tujuan akhirnya, goal panjangnya adalah pembudayaan. Jadi budaya anak-anak maupun warga sekolah itu lebih care terhadap lingkungan,” paparnya.

Menurut dia, dari total 15 lembaga pendidikan yang diajukan, ternyata 14 sekolah yang memenuhi kriteria Sekolah Adiwiyata Kota. Sebab, hasil penilaian yang dilakukan kepada 14 sekolah itu tidak kurang dari 70. Sementara itu, 1 sekolah masih belum dianggap layak untuk menjadi Adiwiyata Kota. Sehingga di tahun depan sekolah tersebut akan kembali dievaluasi.

“Sementara yang lolos ini, terutama terbaik tingkat SD dan SMP itu kami akan evaluasi lagi di tahun depan. Jika nanti nilainya dia mengalami progres kenaikan dia bisa kami ajukan sebagai Calon Sekolah Adiwiyata Provinsi, nilainya naik jadi 80,” katanya.

Terpisah, salah satu anggota tim penilai Sekolah Adiwiyata Kota Surabaya 2020, Andreas Agus Kristanto Nugroho masih berharap besar kepada 14 lembaga pendidikan yang telah lolos tersebut. Sebab, dia menilai, masih banyak media pembelajaran lain yang belum dimanfaatkan oleh para guru atau warga sekolah.

Contohnya, beberapa potensi wisata alam, heritage, serta taman-taman di Surabaya yang dapat diadopsi untuk diterapkan di masing-masing lingkungan sekolahnya.

“Itu yang masih belum saya temukan di salah satu peserta ini. Jadi itu yang perlu dikembangkan oleh sekolah yang bisa menunjukkan karakter Surabayanya,” kata Andreas.

Anggota Riset dan Edukasi Program Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) ini juga menyatakan, seharusnya warga sekolah yang tinggal di Kota Pahlawan itu lebih paham dengan karakteristik Surabaya. Sebab, esensi dari Program Adiwiyata itu sendiri adalah bagaimana merubah perilaku ramah lingkungan.

“Itu yang mungkin jadi PR kawan-kawan sekolah di Surabaya. Bahwa ada suatu potensi yang dimiliki Surabaya yang bisa digunakan menjadi media pembelajaran,” jelasnya.

Menurut Andreas, dalam program ini rata-rata di sekolah itu hanya sekadar melengkapi persyaratan yang harus ada. Tapi, dia tidak mengerti esensi yang harus diajarkan kepada anak didiknya seperti apa.
Misalnya, sekolah tersebut telah memiliki biopori. Nah, tujuan dari biopori itu sendiri kan untuk mengatasi genangan. Seharusnya melalui biopori itu dapat menjadi pemicu ide-ide inovasi baru untuk menjawab tantangan Surabaya.

“Seharusnya dia bisa men-twice, bolehlah copy paste tapi silahkan rubah sedikit, misal saya modifikasi hasilnya. Cari yang bisa sesuai dengan sekolah saya seperti apa,” katanya.

Maka dari itu, Andreas berpesan kepada seluruh lembaga pendidikan yang lolos penilaian Sekolah Adiwiyata tingkat kota itu agar terus belajar dan menambah jejaring kerja. Terutama, bersinergi dengan lembaga atau orang-orang yang biasa berkecimpung pada bidang lingkungan.

“Jangan bosan membaca, jangan bosan mencari ilmu dan cari kenalan dengan kawan-kawan yang berkegiatan di lingkungan pasti punya ide-ide yang bisa di-twice pada proses pembelajaran,” ujarnya. (wt)