Terkait sanksi, Tri Hesty mengakui bahwa Kemenkes belum menetapkan sanksi nyata terkait pelanggaran penetapan harga rapid test. Namun, Kemenkes akan melihat lebih lanjut terkait berbagai aspek yang berhubungan dengan penetapan harga tersebut baik dari sisi masyarakat, tempat layanan kesehatan, tenaga medis, serta para distributor dan penyedia alat rapid test.
“Saya rasa dengan adanya distributor-distributor yang juga ikut membantu, dengan harga yang juga bisa bersaing, tentu akan lebih membantu rumah sakit. Itu yang kita harapkan,” jelasnya.
Respon PERSI
Adanya regulasi harga rapid test disambut baik oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sebagai asosiasi yang menaungi rumah sakit di Indonesia. Sekretaris Jenderal PERSI, Dr. dr. Lia G. Partakusuma, Sp.PK, MARS, MM mengatakan, keputusan yang telah dibuat oleh Kemenkes tersebut merupakan keputusan yang tepat agar harga dari rapid test di berbagai tempat pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit bisa terkendali.
“Apa pun itu kami sangat menyambut baik. Bahwa memang harus ada patokan. Kalau tidak akan sangat jadi tidak terkendali,” tuturnya.
Pada dialog yang sama, Dokter Lia juga menekankan pentingnya tetap mematuhi protokol kesehatan meskipun seseorang telah dinyatakan nonreaktif. Hal tersebut dikarenakan bisa jadi anti body-nya belum terbentuk dan banyak yang menyepelekan setelah hasil tes cepatnya nonreaktif.
“Jadi, tidak nanti orang oh.. dia nonreaktif, langsung bebas merdeka. Menyatakan bahwa, saya sudah bebas,” ujar Lia.
Selanjutnya, ia juga mengimbau kepada seluruh rumah sakit untuk mematuhi peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah tersebut agar sama-sama mencapai tujuan yang diinginkan yakni menenangkan masyarakat dan sama-sama memutus rantai penularan Covid-19 di Indonesia. (wt)