Covid-19 Dalam Perspektif Pedagang Keliling & Ibu Rumah Tangga

Covid-19 Dalam Perspektif Pedagang Keliling & Ibu Rumah Tangga
Dr. Ir. Effy Indriati, M.Si

Dr. Ir. Effy Indriati, M.Si (Dosen Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UNDAR)

Perkembangan COFID 19

Sampai dengan 16 juni 2020 virus corona menginfeksi 8,1 juta orang di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri sudah tembus diangka 40.100 orang positif terkena COVID-19.

Memperkuat sistem imun tubuh merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menangkal penularan virus ini. Tidak hanya virus Corona, sistem imun tubuh yang kuat juga dapat melindungi dari berbagai penyakit lainnya. (https://www.alodekter.com, cegah)

Indonesia pertama kali mengkonfirmasi kasus COVID-19 pada senin 2 maret 2020 lalu. Saat itu presiden Joko widodo mengumumkan ada dua orang Indonesia positif terjangkit virus corona. Namun kasus tersebut  diduga bukan kasus pertama. Tim Pakar FKM UI memprediksi virus Corona telah masuk ke Indonesia sejak Minggu ke 3 januari 2020.

Terlepas dari berita dengan dua pendapat di atas, sejak itulah kita pelan-pelan mulai dikenalkan dengan istilah-istilah virus corona, COVID-19, ODP (Orang Dalam Pantauan), PDP (Pasien Dalam Pengawasan), OTG (Orang Tanpa Gejala) Lockdown, PSBB (Pembatasan Sosial Bersekala Besar).

Lalu muncul gerakan pola hidup sehat, selalu mencuci tangan dengan benar, selalu bermasker, sedia hand sanitizer, kerja dari rumah (WFH), belajar dari rumah, ibadah di rumah , tidak melakukan kontak fisik, social distancing dan menghindari transportasi umum sebisa mungkin.

Agus wibowo (Kepala pusat data, informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana) kepada merdeka.com (Jakarta selasa 21/3) menegaskan bahwa social distancing yang dimaksud pemerintah bukan berarti melarang masyarakat untuk keluar dari rumahnya.

Masyarakat masih diperbolehkan beraktifitas di luar rumah, hanya untuk kebutuhan yang benar-benar penting, seperti ke rumah sakit atau memenuhi kebutuhan pangan dengan berbelanja ke minimarket atau tukang sayur.

Pemerintah mengambil langkah melakukan social distancing atau pembatasan aktivitas sosial sebagai langkah menekan sebaran virus Corona atau COVID-19. Kebijakan ini diambil setelah temuan kasus virus Corona di Tanah Air terpantau terus meningkat.

Perpektif Ibu dan Pedagan Keliling

Anjuran dan keharusan yang sangat merubah tatanan sosial dan ekonomi adalah tetap tinggal di rumah, utamanya bagi ibu-ibu sehubungan dengan tugasnya sebagai penyedia makanan dan gizi keluarga.

Dimana mereka yang biasanya bisa belanja ke pasar dengan harapan mendapatkan harga yang lebih murah, menjadi terbatas ruang geraknya. Mengingat bahwa bagi para ibu mendapatkan barang belanjaan dengan Rp 50,- lebih murah adalah suatu “PRESTASI” tersendiri.

Untuk sementara para ibu harus menahan dahulu untuk bisa memperoleh prestasi yang di harapkan. Mereka harus puas belanja di depan atau di lingkungan sekitar rumah, pasar mereka beralih ke pedagang sayur keliling, yang dalam bahasa jawa disebut dengan istilah “ MLIJO “.

Mlijo adalah pedagang sayur keliling yang tadinya melayani ibu-ibu yang enggan pergi ke pasar, yang pada masa pendemi corona ini memang malah dilarang pergi ke pasar. Mlijo biasanya ada yang pakai sepeda angin, sepeda motor, Tossa atau bahkan ada yang pakai mobil pick up.

Mereka membawa dagangan kebutuhan sehari-hari, mulai bumbu dapur buah, sayur, daging sapi, ikan laut, ikan sungai, tahu, tempe,makanan kecil, kelapa, bumbu instan, mie instan dan sebagainya, kalau ditulis semua, beberapa halaman hanya akan berisi jenis dagangan mlijo saja (saking banyak macamnya).

Pagi hari kalau terdengar suara kring-kring atau din-din bunyi bel dan klakson dari mlijo, ibu-ibu akan secepatnya keluar rumah menuju sumber suara. Sebentar saja beberapa ibu sudah berkumpul layaknya siswa sekolah yang mendengar bel sekolah berbunyi.

Mlijo berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya menawarkan dagangannya, sehingga masyarakat yang dilayani juga sangat beragam. Selama proses transaksi berlangsung banyak hal menarik yang terjadi, seperti:

“Mbak, yang ini berapa?”

“Ya… bisa kurang nggak?”

“Mbak… bagus ya barangnya?”

“Lho… Lho… mahalnya…”

“Kemarin gak segitu harganya…”

Selain proses tawar menawar, proses memilih-milih bahan terbaik, terjadi juga transaksi jual beli berita. Tentang mahalnya harga bawang merah, turunya harga cabe, naiknya harga ayam potong, naiknya harga telur dan keluhan-keluhan lainnya.

“Pusing… Pusing, harga barang pada naik, jatah dari suami berkurang karena adanya pembatasan-pembatasan dan aturan-aturan baru, bagaimana ini mencukup-cukupkan uang belanja, belum lagi anak pada di rumah malah banyak jajannya… Belum lagi belajar di rumah mengharuskan para ibu membimbing dan mengawasi yang cukup menghabiskan waktu, pikiran dan tenaga”.