Pada periode Juli 2015-Januari 2016 atau ketika perkara gugatan perdata antara Hiendra dan Azhar Umar sedang disidangkan di PN Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, diduga terdapat pemberian uang dari tersangka Hiendra kepada Nurhadi melalui tersangka Rezky sejumlah total Rp 33,1 miliar.
Sebelumnya Nuhardi sempat terlacak lima kali saat melakukan shalat duha. Namun buronan KPK itu berhasil meloloskan diri saat hendak ditangkap pada Minggu (3/5/2020) lalu. Dia selalu berpindah pindah mesjid saat melakukan shalat duha, kata Neta S Pane, Ketua Presidum IPW.
Bagaimana dengan Harun Masiku? Sumber IPW mengatakan, itu sama sekali tidak terlacak. Harun seperti ditelan bumi. Harun terakhir terlacak saat Menkumham mengatakan yang bersangkutan berada di luar negeri, padahal KPK mendapat informasi Harun berada di Jakarta. Tapi sejak itu Harun hilang bagai ditelan bumi.
IPW mendukung cara kerja KPK saat ini dimana lembaga anti rasuha bekerja secara senyap dan begitu tersangka tertangkap langsung dipajang dan kasusnya diproses secara transparan. Tidak seperti KPK sebelumnya, yang sibuk jumpa pers mentersangkakan orang tapi kasusnya tidak berjalan dan yang bersangkutan ditersangkakan bertahun tahun tanpa ada kejelasan.
Cara kerja KPK lama yang mengkriminalisasi, menzalimi, dan membunuh karakter tersebut harus ditinggalkan KPK baru. Sebab cara cara biadab itu melanggar HAM.
Jika sesorang sudah jadi tersangka korupsi seharusnya segera ditahan dan kasusnya diselesaikan di pengadilan agar ada kepastian hukum. KPK baru jangan mau mendengarkan orang orang syirik dan kelompok sakit hati yang kepentingannya tergusur oleh pimpinan KPK baru. (sam/min)