“Dan tidak akan kembali ke tempat keluyuran selama ini”. Sebab catatan kependudukan juga paspor Corona dibuat di kampung atau desa itu.
Sementara di tempat Corona tamasya tidak punya pekerjaan tetap, tidak punya rumah, dan belum dapat peluang lebih baik juga lebih enak, dibanding hidup di kampung halaman untuk selamanya. Inilah sebutan atau pengertian pulang kampung.
Ya dikatakan Corona T4, seperti dinyatakan hampir semua di seluruh pelosok negeri Indonsia, dan beberapa negara yang masih memberi stempel Corona T4, menurut ahli bahasa dadakan, setelah “tadarus khusus soal mudik, pulang kampung, dan T4”, maka dapat disimpulkan bahwa Corona diyakini masih di wilayah itu, sehingga perlakuan, kewaspadaan, kecurigaan terhadap virus Corona dengan nama keren Covid-19 masih diagung-agungkan. Bahkan masjid Agung pun rumah Allah SWT yang paling Agung, masuk status waspada dan dicurigai melindungi dan menjadi tempat paling nyaman Corona menyebar sekaligus menyerang. “Naudzubillahi min dzalik”
Ya…, “tadarus khusus soal mudik, pulang kampung, dan T4” bersama Pak Tani menyimpulkan, bahwa minimal selama umat manusia kena gelombang Corona atau Covid-19, sudah memberi status Corona mudik, Corona pulang kampung, dan Corona T4, maka insyaAllah tidak ada lagi perdebatan soal mudik dan pulang kampung. Mari bersatu dalam bingkai negara kesatuan Pancasila dan semangat gotong royong.
Pak Tani menyerukan Mari berdo’a supaya status Corona T4 di Indonesia dan negara dimana masih curiga dan waspada terhadap Covid-19, maka karena istiqomah wirid “Ya Rahman, Ya Rohim, Ya Latif …, dan seterusnya…” isnyaAllah Allah SWT segera mengangkat dan memulangkan kembali ke kampung halaman Corona.
InsyaAllah itu pulang kampung selamanya dan bisa merayakan Idul Fitri di desa atau alamnya. Juga bertakbir, “Allahu Akbar …x3 …”. Dan bertasbih, “Subhanallah…, Alhamdulillah…,Allahu Akbar”. (Djoko Tetuko).