Gunarmin Sutjito, Ketua PSPI Jatim: Tanggalkan Status Sosial, Jangan Bicara Kita Siapa

Gunarmin Sutjito, Ketua PSPI Jatim: Tanggalkan Status Sosial, Jangan Bicara Kita Siapa
Gunarmin Sutjito, Ketua PSPI Jawa Timur.

Pertama di tanah rantau, apa yang dianggap paling susah ?

Susahnya dulu itu, jika ingin bertemu sesama anak perantau yang sekampung dari Medan. Sebab, satu sama lain tidak saling mengenal. Akibatnya, ketika ada yang kesusahan, kita jadi susah sendiri.

Apalagi, orang Medan itu khan dikenal keras. Kalau bicara, suaranya seperti orang mau berkelahi. Terkesan kasar, tapi sebenarnya hatinya baik. Nah, ini juga yang kemudian menjadi sebuah ‘kendala’ tersendiri di dalam bersosialisasi dengan suku lain.

Sebagai anak rantau, Anda bisa ‘survive’ hingga sekarang ini ?

Semua itu butuh perjuangan. Karena itu, seorang perantau harus tahan banting. Gak boleh cengeng. Harus bisa menjaga diri dalam bermasyarakat.

Seperti filosofi perantau Minangkabau, dima bumi dipijak, di sinan langik dijunjuang. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Ini mengartikan, seseorang harus mampu beradaptasi dengan masyarakat atau tempat di mana ia berada dengan menghargai adat dan budaya tempatan tanpa harus kehilangan jati-dirinya.

Anda Ketua PSPI Jatim. Bagaimana perkumpulan ini bisa terbentuk dan menjadi ‘rumah’ bagi para perantau ?

Awalnya yang ada hanya organisasi sosial dengan ruang lingkup anggotanya kebanyakan etnis Tionghoa. Saya berpikir, kok gak ada pembauran. Tidak ada yang mau nyampur. Mungkin karena Batak terkesan keras, tidak ada yang merangkul. Takut tersinggung.

Akhirnya, saya keluar dan mencoba mengumpulkan perantau dari Sumatera Utara. Dan, ternyata bukan cuma Sumut saja, tetapi sudah mulai nyampur dengan adanya dari Karo, Toba, Nias dan lainnya. Di situ mulai terlihat ada pembauran.

Dalam perjalanan, ada teman-teman mengeluh, kenapa tidak bisa gabung. Akhirnya kita bentuklah PSPI dengan harapan bisa menampung semua perantau di Surabaya. Mulai muncul Ambon, Papua, NTT, NTB, Madura, Sumatera, Riau, Jambi, Kepri, dan lainnya.

Bentuk kegiatan apa saja yang dilakukan ?

Meskipun belum semua suku bergabung, dalam dua tahun ini, kami sudah melakukan sejumlah kegiatan sosial di Surabaya dan daerah lainnya di Jawa Timur. Kegiatan ini wujud dari rasa kemanusiaan antara sesama manusia. Hanya sebatas kegiatan sosial. Tidak boleh ada politik di PSPI.

Kami pernah merayakan buka puasa bersama dengan 500 anak yatim dan para tokoh masyarakat dengan membag-bagikan 500 bingkisan berupa alat-alat sekolah, merayakan Lebaran Idul Fitri bersama, Natal Oikumene bersama anak yatim, jompo, dan gelandangan di Surabaya. Rayakan Cap Gomeh lintas umat beragama.

Bahkan juga bersama perkumpulan Hilir Bagan Siapi Api, Perkumpulan Wong Jambi, Sumut Grup untuk mempererat tali persahabatan dan persaudaraan. Melakukan baksos ke panti jompo Griya Asih Lansia Ebenhazer di Lawang-Malang, baksos ke Panti Asuhan binaan Korem 084 Bhaladika Jaya Surabaya, Panti Asuhan Dorkas Porong, Panti Asuhan Ma’datul Aitam dan Panti Asuhan Al Kahfi, Sidoarjo.

Juga pernah melakukan baksos  ke TPA Sukolilo dan TPA Benowo serta ke Liponsos Panti Kusta Babat Jerawat Benowo, Surabaya. Juga pernah baksos di Panti Jompo dan panti Cacat Mental Sambikerep, Surabaya.

Dan yang tak kalah penting, PSPI juga melakukan rekreasi. Rekreasi ini, meski tidak sering, tujuannya untuk silaturahmi agar tercipta kekompakan, guyub, rasa kekeluargaan antar para perantau.

Ada program lain ?

Ke depan kami ingin melakukan bakti sosial ke Pulau Madura, dan Kangean. Ke tempat-tempat terjauh. Kami sudah minta info, tinggal survei saja tentang kebutuhan apa yang akan kami bantu. Takutnya, kalau tidak disurvei, nanti malah salah sasaran.

Lantas, pendanaan kegiatan sosial diperoleh dari mana ?

Perkumpulan ini bisa berjalan karena anggota. Banyak teman-teman pengusaha, pejabat, politikus, anggota TNI dan Polri, bahkan sipil, yang memberikan bantuan untuk kegiatan sosial. Ya, selain juga ada iuran dari anggota untuk perkumpulan. Dari sumbangan dan iuran itulah, sehingga kegiatan PSPI berjalan.

Harapan untuk PSPI Jatim ke depan ?

Harapan ke depan, perkumpulan ini tetap solid di jalur kegiatan sosial. Tidak bicara politik. Kami juga berharap kepada kawan-kawan atau suku lainnya yang belum bergabung, monggo…, pintu PSPI terbuka lebar. Mari bersama kita melakukan kegiatan sosial.

Di PSPI, kita harus tanggalkan status sosial. Jangan bicara kita siapa. Tapi, bagaimana kita berbuat untuk kebaikan.

Jangan mencari perbedaan, tapi mari bersama mencari persamaan di tiap kegiatan yang tidak menimbulkan gesekan. Jadi, kita sama-sama perantau di Jawa Timur, harus tahu diri. Bisa bersosialisasi dengan siapapun. Yang penting, kita melayani orang, bukan minta dilayani. (wetly)