“Terjemahan Al-Qur’an, Bukan Al-Qur’an”

“Terjemahan Al-Qur’an, Bukan Al-Qur’an”

Selama ini, Kemenag telah melakukan tiga ikhtiar untuk menjaga Al-Qur’an yang merupakan kitab suci dari mayoritas masyarakat Indonesia. “Kami Kemenag, baik melalui LPMQ maupun Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi telah melakukan sekurangnya tiga hal,” ujarnya.

Pertama, Kemenag telah melakukan penerjemahan Al-Qur’an. Bukan hanya dalam bahasa Indonesia, tetapi juga penerjemahan dalam bahasa daerah.

Lebih dari 20 terjemahan Qur’an berbahasa daerah yang telah dihasilkan oleh Kemenag. “Yang saya ingat itu, bahasa Jawa Banyumasan, Bugis, Aceh, Madura, Banjar, dan masih banyak lagi. Ini adalah upaya Kemenag untuk mendekatkan kitab suci kepada pengimannya,” ujarnya.

Kedua, Kemenag telah melakukan pemaknaan ayat-ayat Qur’an dengan mengeluarkan dua seri tafsir. Yaitu, tafsir ilmi dan tafsir tematik Al-Qur’an.

Tafsir Ilmi ini, kata Nur Kholis, mencoba menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengaitkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Dengan melakukan pendekatan saintifik, para ahli menyusun tafsir ini.

Sementara tafsir tematik Al-Qur’an merupakan pengembangan tafsir dengan melihat fenomena yang berkembang di masyarakat. Tafsir ini, sebutnya, disusun oleh para ahli tafsir dari seluruh Indonesia bukan sekadar melihat teks, tapi juga konteks yang berkembang dalam masyarakat.

Ketiga, lanjut Nur Nur Kholis yang juga salah satu penyusun Tafsir Tematik Al-Qur’an, selain melakukan penerjemahan dan penafsiran ayat-ayat Qur’an, Kemenag juga menjaga kemurnian Al-Qur’an dengan menyelenggarakan tashih Al-Qur’an. “Setiap hari, di LPMQ dilakukan pentashihan untuk ribuan mushaf Al-Qur’an,” ujarnya.

Tak hanya untuk kitab suci Al-Qur’an, proses semacam ini juga dilakukan untuk enam agama yang dilayani oleh Kemenag. Dengan menjaga kemurnian kitab suci, Kemenag berharap akan memberikan dampak yang baik bagi pemahaman keagamaan masyarakat.

Pemahaman agama yang baik menurutnya akan berdampak pada pengamalan agama di Indonesia. “Jika kita kaitkan dengan RPJMN 2020-2024 di mana di sana ada tugas pemerintah yang baru, yaitu tentang penguatan moderasi beragama. Jadi bagaimana pemerintah ini mampu menggaransi bahwa ada peran agama di dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih baik,” katanya.

Bagi masyarakat Indonesia yang religius, pengamalan agama tentunya menjadi bagian penting yang memengaruhi kehidupan masyarakat. Maka menurut Nur Kholis, jika moderasi beragama perlu disuarakan oleh seluruh Kementerian/Lembaga.

“Kementerian Agama di sini memilliki kewajiban untuk melakukan diseminasi sekaligus juga merumuskan langkah-langkah bersama dengan Kementerian lain, agar bagaimana agama ini menjadi unsur perekat,” jelasnya.

“Inilah yang selama ini kami lakukan sehari-hari. Bagaimana pemahaman agama ini, harus menjadi kohesi perekat. Inilah yang mestinya kita sampaikan kepada masyarakat luas. Menggaransi agama sebagai unsur perekat, harus dilakukan oleh semua pihak,” tambah Nur Kholis. (wt)