Bersyukur, Mendapatkan Wejangan dari Mbah Moen
Ya Rabb, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu tanpa menyekutukanMu. Labbaik Allahumma Labbaik. Labbaik Laasarikallabbaik. Maha besar Allah Dzat Yang Maha Suci dan semata berkat RidloNya, serta salam dan shalawat selalu tercurah kepada Baginda Muhammad SAW, keberangkatan penulis bersama jamaah haji reguler Klompok Terbang (Kloter) 70 Sub termasuk istimewa.
Selain melalui kouta reguler Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) Mandiri Kabupaten Sidoarjo 2019, dalam rombongan seluruh jamaah tergabung dalam KBIHU (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh) Rohmatul Ummah An-Nahdliyah Sidoarjo, juga terdapat Menpora, DR. H. Imam Nahrowi dengan keluarganya (sebelum terbelit kasus dan ditahan KPK).
Lebih fokus untuk terlibat aktif dalam kegiatan ibadah dan bimbingan umum, guna memahami keberadaan TPHD yang sering disebut sebagai pelengkap. Malah beberapa KBIH merasa terbebani bila ‘katutan’ anggota TPHD. Bagaimana lika-likunya sebagai TPHD, S Makin Rahmat, redaktur senior Koran Transparansi dan media siber wartatransparansi.co.id, melaporkan peran TPHD sebagai pemandu para dloifullah (tamu Allah) dalam pelaksanaan haji 2019/1440.
Jujur, saat nama penulis tercantum dalam SK Gubernur sebagai TPHD 2019 melalui jalur mandiri, bukan dibiayai dari dana APBD Provinsi/ Kabupaten, sempat deg-degan. Apalagi, harus membayar sebesar Rp 72 juta, beda dengan Jemaah reguler yang mendapatkan dana optimalisasi sehingga hanya melunasi sekitar Rp 36 juta. Alhamdulillah, setelah melalui proses singkat, semua bisa terselesaikan, termasuk mendapat living cost 1.500 real, walau info ada penggantian biaya paspor akhirnya gagal alias batal.
Bersyukur dan beruntung, waktu 41 hari dengan agenda menjelang masa akhir keberangkatan di gelombang dua, sejumlah 450 jamaah yang terbagi dalam 10 rombongan dengan panduan KBIHU Rohmatul Ummah An-Nahdliyah yang lebih kompak, kebersamaan dan bimbingan ibadah yang dipimpin langsung oleh Amirul Hajj KH. Ahmad Rofiq Siroj, Ketua KBIHU RUN H. Abu Hamid, deretan musyrif dibawah komando Drs. KH. Ahmad Husein, Kordinator Lapangan (Korlap) Gus Busyro – sebutan H. Muhammad Busyro Mun’im serta Ketua Rombongan yang dilatih untuk lebih tanggap dalam memberikan pendampingan dan layanan kepada para jamaah.
Sejak persiapan keberangkatan ke tanah suci, hingga berangkat dari Asrama Haji Sukolilo menuju ke bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo, Selasa (30/7) malam menggunakan maskapai Saudi Arabia Airlines saat take off hingga landing di bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah, dalam keadaan berihram untuk melaksanakan umroh wajib sebagai bagian ritual niat Haji Tamattu’ secara umum mendapatkan kemudahan dan kenikmatan luar biasa.
Dan, atas izin Allah, kami diberikan kesempatan bisa bersilaturrahmi dan bertemu dengan Syaikhuna al Alim Eyang KH. Maimoen Zoebair (Mbah Moen) pada tanggal 2 Agustus 2019, sebelum beliau wafat pada 6 Agustus di tanah suci Mekah dan dimakamkan di Jannatul Ma’la (Pemakaman Ma’la) Mekkah al Mukarromah.
Kalau pun ada pernik-pernik peristiwa yang sedikit mengusik kekhusukan dalam beribadah tentulah bisa kami ambil ibrah, pelajaran, terutama mengenai pendampingan terhadap Jemaah haji dalam pelaksanaan beribadah, setidaknya mengembalikan marwa TPHD sebagai pemandu tamu Allah.
Kegiatan selama Armuzna (Arofah, Muzdalifah dan Mina), diawali proses wukuf pada 9 Dzulhijjah, dilanjut mabit (bermalam) di Muzdalifah, hingga mabit di Mina diteruskan melempar jumroh aqobah, disusul melempar jumrotul Ula, Wustho dan Aqobah pada 11-13 Dzulhijjah (yaumil Tasyrihk) walau cukup menguras tenaga, fisik, pikiran dan psikis bisa terlaksana dengan baik. Hal perlu mendapatkan perhatian system antri/ taraddudi karena Ketua Kloter (TPHI) dan TPIHI belummengenal medan sehingga bus yang datang ke muzdalifah belum bisa merapat dengan areal pintu keluar maktab di mana bus bergiliran menunggu Jemaah.
Adanya bus sholawat yang memberikan pelayanan 24 jam minus empat hari sebelum Armuzna (Arofah, Muzdaifah dan Mina) sangat mendukung ibadah Jemaah, khususnya ke masjidil Harom. Sedang selama di Madinah, lokasi hotel yang kurang mendukung, yaitu hotel berjarak lebih 200 meter dari pintu 8 masjid Nabawi. Banyak jamaah, khususnya yang berusia lanjut mengalami drop secara fisik dan psikis. Apalagi, saat siang hari kondisi cuaca ekstrim panas, bisa mencapai 48 derajat Celcius. Alhamdulillah, walau kondisi kurang mendukung hampir 100 persen jamaah bisa menuntaskan program Arbain.
Kalau pun saat kepulangan tidak utuh 100 persen, ada satu jamaah bernama bu Hj. Khodijah masih menjalani rawat inap di RS Madinah, Alhamdulillah akhirnya bisa pulang bersama Kloter 79 Sub. Intinya, semua rangkaian ibadah merupakan totalitas dalam menghamba kepada Allah Sang Khaliq. Semoga menjadi ibadah yang barokah, mabrur, segala dosa-dosa jamaah, keluarga dan keturunannya diampuni oleh Sang Maha Maghfiroh serta seluruh bekal dan modal dalam perjalananan sebagai duta Allah diganti berlipat ganda. Allahumma Aamiin.
Menikmati Sektor Zonasi