Selanjutnya, dilengkapi pula pemanas elektrik yang dapat diatur suhunya sesuai dengan kebutuhan sifat fasa gas yang terbentuk selama proses, kondensor untuk mengubah fasa gas menjadi fasa cair serta dilengkapi dengan tipe single tube untuk memastikan semua fasa gas terkondensasi sempurna.
Berikutnya, terdapat saluran gas yang tidak terkondensasi dapat ditampung untuk dimanfaatkan sebagai bahanbakar gas, saluran residu pada bagian bawah tabung reaktor untuk mengeluarkan sisa padatan, serta adanya penampung crude oil di ujung bawah kondensor.
“Produk yang dihasilkan oleh alat pirolisis hasil rekayasa BBKK ini memiliki karakteristik setara solar dan setara pelarut yang merupakan hasil uji dari Lemigas,” ungkapnya.
Berdasarkan uji laboratorium yang telah dilakukan, didapatkan spesifikasi pelarut mendekati jenis pelarut produksi PT. Pertamina. Jenis pelarut tersebut, yaitu Pertasol (10%), Minasol (10%), dan Low Aromatic White Spirites (30%) serta solar (40%) dengan cetane number sebesar ± 60 sesuai spesifikasi Euro4.
Selain keempat pelarut itu, hasil samping yang potensial juga bisa dimanfaatkan adalah gas yang jika diproses lebih lanjut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas. Gas yang dihasilkan melalui proses pirolisis, yaitu gas hidrogen 9,1%, metana 4,7%, etana 4,6% dan propana 12,2% dengan nilai kalor 1209,25 BTU/ft3.
Jika dibandingkan dengan nilai kalor gas alam yang sudah diolah (924 BTU/ft3 sampai 1027 BTU/ft3) dan nilai kalor gas pipa (950 BTU/ft3 sampai 1250 BTU/ft3) dengan pengotor H2S maksimum16 ppm, gas hasil proses pirolisis memiliki kandungan nilai kalor lebih tinggi sehingga mutunya lebih bagus sebagai bahan bakar serta tidak mengandung zat yang bersifat korosif.
“Gas yang sudah dipurifikasi dapat dimasukkan ke dalam tabung. Pengemasan dalam tabung akan memudahkan dalam penyimpanan dan aplikasi di lapangan. Gas hasil pirolisis juga telah terbukti dapat diaplikasikan pada kompor gas, burner proses pirolisis serta genset,” tutur Wiwik. (rom)