Dia juga menambahkan, dengan terbatasnya pasokan serta tingginya harga jagung lokal, terdapat kecenderungan bagi produsen untuk mengalihkan pakan ternaknya dari bahan baku jagung ke gandum. Padahal menurut dia, harga gandum impor saat ini lebih mahal jika dibandingkan dengan jagung impor.
Enggar berpendapat, langkah impor merupakan kebijakan yang terpaksa dilakukan para produsen pakan ternak agar tidak terpengaruh tekanan tingginya harga bahan baku di kancah lokal. Sebab, apabila hal itu terjadi maka bukan tidak mungkin harga ayam juga ikut meningkat.
Menanggapi hal ini, Dewan Jagung Nasional (DSN) menolak rencana pemerintah tersebut. Sekretaris Jenderal DSN Maxdeyul Sola menilai, dibukanya keran impor bakal mematikan pendapatan petani lokal.
Sola juga membantah pernyataan sejumlah pihak termasuk Kemendag bahwa stok jagung nasional minim. Misalnya, kata dia, stok jagung dari seluruh pabrik secara nasional berada dalam kondisi stabil jika dibandingkan dengan kondisi dua tahun lalu.
“Sekarang stok di pabrik-pabrik besar saja secara menyeluruh lho ya, itu sudah 3 juta ton. Ini cukup sampai tiga bulan ke depan, karena kebutuhan kalau dirata-rata per bulan hanya 700 ribu ton,” ujarnya.
Dia juga menilai, kebijakan impor jagung saat ini kurang tepat sebab sejumlah pabrik jagung pun sudah mulai menutup pintu suplai. Meski begitu dia mengakui, produksi jagung nasional di musim kemarau mengalami penurunan jika dibandingkan pada musim hujan. (wt)