Opini  

Menguji Profesional Aparat Kejaksaan

Menyambut Hari Bhakti Adhyaksa ke-59

Menguji Profesional Aparat Kejaksaan
Djoko Tetuko
Oleh : Djoko Tetuko

 

PERINGATAN  Hari Bhakti Adhyaksa ke-59, Senin tanggal 22 Juli 2019, sekedar mengingatkan bahwa jaksa sebagai aparat penegak hukum dengan tugas utama melakukan tuntutan atau sebagai populer dengan sebutan jaksa penuntut umum, kini diuji kembali profesionalnya sebagai aparat kejaksaan dalam memjaga marwah keadilan bagi seluruh warga negara Indonesia saat menghadapi permasalahan hukum.

Kasus amat populer dan sangat bersentuhan dengan masyarakat sepakbola, ketika mantan Plt Ketua Umum Joko Driyono, kesandung masalah hukum berkaitan dengan ketidakpahaman mengenai barang bukti penyelidikan dan penyidikan, di kantor pribadinya, berkaitan dengan upaya pihak Kepolisian membongkar mafia sepakbola melalui tim khusus Tim Anti Mafia Sepakbola, ternyata tuntutan jaksa terhadap kasus sepele itu mengagetkan. Di luar dugaan, jaksa penuntut umum menuntut 2 tahun 6 bulan.

Kacamata masyarakat awam tuntutan terlalu berat terhadap Joko Diyono dengan tanpa melakukan pelanggaran apa-apa, kecuali terlibat dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan mengetahui atau tidak mengetahui mengambil barang miliknya sendiri, dengan posisi kantor diberi police line, semestinya hanya merupakan pelanggaran ringan, dan sepatutnya ketika pihak kepolisian memaksakan menjadi ’’kasus besar’’, jaksa penuntut umum menjadi pintu gerbang pertama memberikan keadilan dengan melakukan ekspose (semacam gelar perkara) dengan sungguh-sungguh dan menuntut (jika terbukti) secara profesional.

Kasus Joko Driyono dengan aparat kejasanaan kurang profesional, merupakan satu dari sekian kasus selama menjadi keluhan para pencari keadilan. Tetapi belum pernah secara profesional dengan mengacu pada produk berdasarkan kaidah hukum, menyampaikan plus minus kinerja aparat kejaksaan yang dikeluhkan oleh masyarakat luas. Mengingat jaksa secara profesional juga sering mengembalikan berkas perkara dari pihak kepolisian, jika dianggap tidak cukup bukti.

Kasus sedang mencuat sampai memohon amnesti atau grasi dari Presiden Joko Widodo, Baiq Nuril Maknun, guru honorer SMA 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, juga karena pintu menuju meja hijau, Pengadilan Negeri untuk sidang, dibuka lebar-lebar oleh jaksa. Demikian pula kasasi ke Mahkamah Agung. Pertanggungjawaban atas kaidah hukum dari kasus ini sangat menentukan profesionalisme jaksa.

Oleh karena itu, Hari Bhakti Adhyaksa tahun ini dengan usia 59 tahun, sudah cukup matang dan sangat profesional melalui Kejaksaan Agung secara nasional mengumumkan kinerja jaksa dengan menilai plus minus, baik dalam mengembalikan berkas perkara, meringankan perkara dengan tuntutan sangat profesional, memberatkan perkara juga dengan cara profesional. Bahkan bersama dengan lembaga terkait mengumumkan jaksa yang dianggap ’’naka’’. Juga memberi penghargaan bagi jaksa yang menjadi integritas, profesi, dan marwah kejaksaan.

Banyak Tantangan

Jaksa Agung HM Prasetyo pada peringatan Hari Bhakti Adhyaksa beberapa waktu lalu mengakui, masih banyak tantangan yang harus dihadapi aparat kejaksaan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hal itu mengingat bahwa penegakan hukum masih rawan dipengaruhi oleh berbagai dinamika yang terjadi di bidang politik, ekonomi, maupun keamanan. Belum lagi, aparat kejaksaan dihadapkan dengan dinamika perubahan peraturan dan perundangan.

Dalam menghadapi itu semua, jaksa dituntut untuk tetap menunjukkan profesionalitas dan bekerja secara proporsional. Bahkan meminta agar seluruh jajaran kejaksaan memahami benar bahwa penegak hukum memiliki kewajiban untuk memberikan keadilan tanpa pandang bulu. Selain itu, mengawal pemerintah untuk mensejahterakan rakyat.

“Teman-teman saya, para pejabat di Kejaksaan tidak harus berpuas diri. Jangan berhenti, tetap harus berbuat, mencurahkan segenap perhatian, pikiran dan tenaganya untuk kepentingan bangsa,” kata Prasetyo.

Jaksa Agung juga pernah mengakui, minimnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Kejaksaan Agung. Pasalnya, masih banyak jaksa yang terjerat kasus hukum, mulai dari kasus penyalahgunaan narkoba hingga korupsi, sehingga, puluhan jaksa dikenakan sanksi ringan hingga berat lantaran sejumlah pelanggaran.