“Tidak ada yang salah, tetapi ini adalah dari segi anggaran mengecilkan institusi Tentara Nasional Indonesia,” katanya.
Tak hanya itu, Gatot melanjutkan, banyak perwira tentara yang potensial dipaprasin. Begitu dia turun dari jabatan Panglima TNI, banyak SDM terbaik dicopot.
“Kepala Badan Intelijen Strategis Mayjend TNI Ilyas, dialah yang menyelesaikan Poso. Tapi dicopot sampai sekarang tanpa jabatan. Termasuk direktur A Komandan Sesatuan Direktur Intelijen dicopot tanpa jabatan, Panglima divisi infanteri 1 dan 2 dicopot. Komandan III Kopasus dan satu Pangdam dicopot. Dan saya tidak menyebutkan nama, ada orang-orang yang bermasalah menempati jabatan strategis,” ujar Gatot.
Meski begitu, Gatot menggarisbawahi, dalam hati nurani prajurit TNI tidak ada niatan mencari harta dan jabatan. Tapi setiap prajurit TNI kapan dan bagaimana bisa jadi pahlawan.
“Begitu pula Polisi yang di lapangan sama, mereka juga pengabdian. Dalam kondisi seperti ini jangan sampai rakyat terpecah, harus bersatu. Perbedaan biasa, jangan mempertajam karena Pemilu ini,” katanya.
Sedangkan Dahlan Iskan dalam pidatonya mengatakan, lima tahun lalu dirinya menganggap calon presiden Jokowi memiliki program yang dinilai mampu menciptakan perubahan, yakni revolusi mental.
Jokowi, lanjutnya, juga berjanji akan menaikkan pendapatan per kapita masyarakat. Namun, janji-janji Jokowi tidak terwujud selama periode pertama pemerintahannya. Jokowi dinilai tak mampu menciptakan banyak perubahan.
“Karena itu, saya menjatuhkan pilihan kepada Prabowo,” kata mantan Menteri BUMN ini.
Keputusan tersebut, lanjut Dahlan Iskan, juga didukung oleh orang-orang yang berada di belakangnya. Yakni, kelompok ‘Dahlanis’. “Lima tahun lalu, Dahlanis berkumpul dan mengambil sikap pak Prabowo, dan keputusan terbanyak prabowo, tapi saya veto pilih Jokowi. Nah, pemilu 2019 ini saya ganti, saya yang mendengar kata para Dahlanis,” imbuhnya. (wt)