Seperti halnya yang dikemukakan oleh Kanter (1977) bahwa model pemberdayaan organisasi menawarkan kerangka untuk menciptakan lingkungan kerja yang bermakna bagi karyawan yang profesional. Kanter menggambarkan pemberdayaan sebagai sebuah kekuatasn listrik. Bila daya telah “menyala”, maka karyawan memiliki akses ke saluran informasi, dukungan, sumber daya, dan kesempatan untuk belajar dan berkembang. Ketika “saluran” atau sumber dari daya tersebut tidak tersedia, maka daya akan mati dan efektifitas kerja adalah mustahil.
Suatu komponen penting dalam proses pemberdayaan adalah saling percaya. Bila lingkungan kerja adalah memberdayakan dan karyawan melihat iklim keadilan, menghargai, dan mempercayai, adalah wajar untuk mengharapkan karyawan lebih mengalami kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Secara psikologis pemberdayaan ini memungkinkan karyawan untuk menanggulangi stress kerja, sehingga akan dapat meningkatkan loyalitas karyawan pada organisasi.
Pemberdayaan karyawan telah memberikan beberapa karyawan beberapa tingkat tanggung jawab dan otonomi untuk membuat keputusan terkait dengan tugas-tugas spesifik dari organisasi. Hal ini juga memungkinkan bahwa keputusan dibuat di tingkat yang lebih rendah dari organisasi di mana karyawan melihat masalah dengan cara yang unik dan tidak memiliki masalah saat menghadapi permasalahan pada organisasi mereka pada tingkat tertentu setelah satu titik.
Kelebihan Pemberdayaan Karyawan | Kekurangan Pemberdayaan Karyawan |
Meningkatkan produktifitas dan mengurangi biaya | Menyalahgunakan kekuasaan |
Memiliki layanan yang lebih baik | Berkurangnya hubungan interpersonal |
Dapat menerima perubahan | Biaya pelatihan menjadi bertambah |
Meningkatkan kualitas kerja | Arogansi karyawan |
kolaborasi | |
Turnover rendah | Resiko keamanan dan kerahasiaan |
Program pemberdayaan karyawan memiliki kelebihan dan kelemahan. Karyawan yang diberdayakan diberikan fleksibilitas dan kebebasan untuk membantu membuat perubahan dalam lingkungan kerjanya. Karyawan yang merasa diberdayakan akan menghasilkan karya dengan kualitas sangat tinggi, mereka mampu menciptakan perasaan layanan pelanggan yang benar yang akan menghasilkan loyalitas pelanggan.
Sebagian besar karyawan yang diberdayakan cenderung menyalahgunakan kekuasaan mereka ketika mereka diberi kekuasaan untuk membuat keputusan sesuai keinginan mereka. Konflik dan kesalahpahaman antara karyawan dan manajer mereka bisa saja terjadi karena karyawan yang diberdayakan memiliki hirarki yang tinggi dan kaku.
Secara struktural, pemberdayaan berfokus pada praktik manajemen seperti pendelegasian pengambilan keputusan dari atas untuk menurunkan tingkat organisasi dan peningkatan akses terhadap informasi dan sumber daya di antara individu-individu pada tingkat yang lebih rendah. Pada tataran pemberdayaan ini dibutuhkan komitmen yang jelas dari manajemen perusahaan untuk benar-benar memberikan delegasi wewenang kepada pemegang jabatan, dan bukan hanya sekedar boneka belaka. Diperlukan pula integritas yang tinggi bagi pemegang jabatan untuk dapat menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh atasan sebagai suatu “amanah”, sehingga tugas dapat berjalan dengan baik.