SURABAYA, WartaTransparansi.com – Sidang lanjutan perkara 273/Pdt.G/2025/PN Sby kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (19/11/2025).
Dalam perkara antara Nany Widjaja selaku penggugat melawan PT Jawa Pos (Tergugat 1) dan Dahlan Iskan (Tergugat 2), suasana persidangan berjalan panas setelah kubu penggugat yang diwakili oleh Michael dan Billy Handiwiyanto mempersoalkan legalitas ahli yang dihadirkan Tergugat 1.
Pada sidang tersebut, PT Jawa Pos menghadirkan mantan Guru Besar UGM, Prof. Nindyo Pramono, sebagai ahli Hukum Bisnis. Namun sebelum pemeriksaan dimulai, tim pengacara penggugat mengajukan keberatan karena ahli yang dihadirkan ternyata sudah purna tugas (pensiun) sebagai pengajar Universitas Gadjah Mada.
Billy Handiwiyanto menegaskan bahwa status purna tugas menjadikan Nindyo bukan lagi akademisi aktif sehingga harus diperlakukan sebagai profesional biasa, bukan sebagai representasi institusi akademik.
Meskipun keberatan tersebut akhirnya dipatahkan oleh Hakim Ketua Silvi Yanti Zulfia yang menilai bahwa kehadiran ahli telah mendapat izin, tim penggugat tetap menilai bahwa aspek legalitas dan independensi ahli menjadi poin penting dalam perkara yang menyangkut kepemilikan korporasi bernilai tinggi.
Saat memasuki agenda pemeriksaan ahli, kubu tergugat mencecar Prof. Nindyo dengan berbagai pertanyaan terkait istilah nominee, kepemilikan saham, hingga ketentuan Pasal 7 UU PT No. 40 Tahun 2007.
Namun ketika giliran penggugat bertanya, suasana berubah tegang. Ahli beberapa kali menyela, mengoreksi, bahkan memotong pertanyaan yang diajukan Michael dan Billy. Hal ini memicu protes keras dari penggugat.
“Mohon ahli tidak mengoreksi pertanyaan kami. Biarkan kami mengajukan secara utuh. Kesimpulan biar kami yang tarik,” tegas Michael dari Handiwiyanto Law Office.
Menurut Billy, tindakan ahli yang memotong penjelasan dan mengarahkan pertanyaan menunjukkan bahwa ahli tidak netral.
“Ilustrasi yang kami ajukan sangat sederhana, tapi ahli tampak keberatan dan justru menjelaskan keluar konteks. Ini mengganggu objektivitas pemeriksaan,” ujar Billy.
Ketika kuasa hukum tergugat 2, Johanes Dipa, menanyakan soal bukti kepemilikan saham, ahli menjawab bahwa yang sah adalah surat saham atas nama. Namun pernyataan selanjutnya menimbulkan keberatan dari pihak penggugat.





