SURABAYA (WartaTransparansi.com) – Pemilu serentak 2024 telah dilaksanakan dan diumumkan serta hasilnya sudah di jalankan. Sedangkan Pemilu berikutnya akan berlangsung pada 2029. Namun Pemilu 2029 tidak lagi serentak melainkan ada pemilu nasional dan daerah (lokal). Ini mengacu pada putusan MK No.135/PUU-XXll/2024.
Putusan MK tersebut memantik pro dan kotra. Sejumlah kalangan angkat bicara menyorot putusan yang diterbitkan MK belakangan. Pengamat sosial dan politik Surokim Abddussalam, peneleti senior pada Surabaya Survei Center (SSC) dan Dekan FISIP Unijoyo Madura angkat bicara.
Surokim Abdussalam mengatakan bahwa Pemilu kita memang penuh Kompleksitas sehingga putusan apapun tidak mungkin bisa memuaskan banyak pihak, selalu ada pro kontranya. Namun, menurut saya perbaikan itu perlu dan harus terus diikhtiarkan.
“Yang substantif perlu dikedepankan sehingga yang tehnis teknis tidak menganggu. Putusan MK kali ini memang bisa mengurangi beban penyelenggara pemilu dan juga bisa meningkatkan fungsi pengawasan dan evaluasi publik,” kata Surokim kepada wartatransparansi.com, Selasa (8/7/2028).
Pihaknya menjelaskan pemisahan antara pemilu DPR RI, DPD RI dan Presiden-wakil Presiden dengan pemilu daerah adalah substantif. Tinggal menyesuaikan yang teknis seperti waktu pelaksanaan agar tidak bertentangan dengna prinsip prinsip substantif tadi.
Menurut Surokim kita semua khususnya pembentuk aturan perundangan harus mulai bisa berpikir lebih utuh dan tidak sekedar tambal sulam sehingga upaya perbaikan itu bisa mengena hal pokoknya dan bukan perbaikan yang sifatnya artifisial saja.
“Bagaimanapun perbaikan pemilu kita yang kompleks tersebut harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan serta berdimensi masa depan,” ujarnya singkat.
Berdasarkan putusan MK No.135/PUU-XXll/2024 telah memisahkan dengan pemilu nasional dan daerah (lokal) ini memunculkan banyak persoalan antara lain Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945 mengatur pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD. Pasal 18 ayat (3) dan (4) menyebut pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui pemilu yang dipilih secara demokratis.
Selanjutnya Pasal 24C ayat (1) mengatur putusan MK bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945. Dari berbagai mandat konstitusi itu intinya putusan MK harus dijalankan.
Putusan MK menyebut pemilu anggota DPRD dilaksanakan 2 sampai 2,5 tahun setelah pelantikan DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilu 2029. Hanya saja putusan MK ini membuat pemilu DPRD melewati batas waktu tersebut. (*)