Sengketa Kepemilikan Saham PT DNP Jadi Titik Awal Perkara
SURABAYA (WartaTransparansi.com) — Penetapan status tersangka terhadap mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan dan mantan Direktur Jawa Pos, Nany Widjaja, menimbulkan tanda tanya besar. Keduanya dilaporkan oleh pihak PT Jawa Pos atas dugaan penggelapan dan pemalsuan surat terkait kepemilikan saham PT Dharma Nyata Pers (DNP), perusahaan media yang membawahi sebuah tabloid nasional.
Kuasa hukum Nany Widjaja, Billy Handiwiyanto, menjelaskan bahwa kliennya adalah pemegang saham sah berdasarkan akta jual beli tertanggal 12 November 1998. Sebanyak 72 lembar saham dibeli dari Anjarani dengan nilai total Rp648 juta—yang telah dibayar lunas melalui enam cek berurutan.
“Itu adalah transaksi sah. Klien kami membeli saham tersebut dengan meminjam ke PT Jawa Pos dan langsung melunasinya melalui enam cek yang nominalnya sama persis dengan nilai saham,” ungkap Billy.
Masalah muncul pada 2008 ketika Dahlan Iskan meminta Nany untuk menandatangani surat pernyataan bahwa saham PT DNP adalah milik PT Jawa Pos. Surat tersebut dibuat sebagai bagian dari rencana go public Jawa Pos, yang ternyata hingga kini tidak pernah terlaksana.
“Seandainya go public itu berjalan, maka akan ada proses jual beli yang sah. Tapi karena tidak terjadi, maka secara hukum klien kami tetap pemegang saham yang sah,” jelas Billy.
Data Administrasi Hukum Umum (AHU) juga menunjukkan bahwa sejak 1998 hingga saat ini, pemegang saham PT DNP hanya tercatat atas nama Nany Widjaja dan Dahlan Iskan. Nama PT Jawa Pos tidak pernah muncul dalam dokumen resmi.
Surat pernyataan 2008 itu kini digunakan sebagai dasar pelaporan pidana oleh PT Jawa Pos terhadap Nany dan Dahlan. Mereka dijerat dengan sejumlah pasal, termasuk Pasal 263, 266, 372, dan 374 KUHP, serta TPPU juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
“Kami melihat ini sebagai kriminalisasi atas hubungan bisnis yang belum selesai secara keperdataan,” tegas Billy.