“Kenapa demikian? Untuk menjaga kebersamaan dan keterbukaan pelaksanaan muktamar. Melibatkan sesepuh dan pengasuh pesantren adalah kunci agar proses ini memiliki legitimasi moral yang kuat,” tambah Gus Muid.
Sejumlah nama kiai sepuh nasional seperti KH. Ma’ruf Amin, KH. Anwar Manshur, hingga KH. Nurul Huda Djazuli disebut menjadi figur penting yang diharapkan berperan sebagai penyejuk. Kehadiran dan keterlibatan para sesepuh ini diyakini mampu meredam ketegangan serta memastikan proses transisi kepemimpinan NU berjalan dengan penuh etika, kearifan, dan akhlakul karimah.
Sementara itu, Rais Syuriah PBNU KH. Muhibbul Aman Aly atau Gus Muhib menegaskan bahwa hasil rapat di Lirboyo bukanlah kesepakatan personal atau sekadar obrolan informal antar-tokoh. Ia menekankan bahwa forum tersebut memiliki legitimasi organisasi yang sah dan mengikat.
“Rapat di Lirboyo bukanlah keputusan pribadi, tapi keputusan resmi organisasi NU. Hanya kebetulan bertempat di Lirboyo,” tegas Gus Muhib.
Menurut Gus Muhib, lokasi rapat di Pondok Pesantren Lirboyo tidak boleh ditafsirkan sebagai simbol politik tertentu, melainkan semata-mata sebagai ruang musyawarah yang kondusif. Ia menilai keputusan yang dihasilkan justru mencerminkan semangat NU dalam menyelesaikan persoalan besar melalui dialog, tabayun, dan musyawarah mufakat.
Suasana hangat dan kekeluargaan yang mewarnai pertemuan tersebut menjadi sinyal positif bagi warga NU di berbagai daerah. Setelah berbulan-bulan diwarnai dinamika dan ketegangan, kembalinya para pimpinan PBNU dalam satu forum dinilai sebagai langkah awal pemulihan soliditas Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Sebagai catatan sejarah, Pondok Pesantren Lirboyo memang memiliki rekam jejak panjang dalam perjalanan NU. Salah satu peristiwa penting adalah Muktamar NU ke-30 yang digelar di Lirboyo pada 21–27 November 1999. Muktamar tersebut tercatat sebagai muktamar bersejarah karena dihadiri Presiden RI saat itu, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sekaligus menghasilkan sejumlah keputusan strategis organisasi. Jejak historis itu pula yang memperkuat posisi Lirboyo sebagai ruang simbolik bagi konsolidasi dan persatuan NU hingga hari ini.(*)





