Wali Kota Eri juga menyampaikan, berdasarkan paparan Kepala OJK, sinergi lintas tim yang dibangun Pemkot Surabaya menjadi perhatian di tingkat nasional. OJK bahkan mengapresiasi berbagai inisiatif yang telah dijalankan di Surabaya.
“Ini menunjukkan bahwa langkah Surabaya dalam mengintegrasikan berbagai elemen untuk mencapai stabilitas dan pertumbuhan sudah sejalan dengan agenda nasional. Pertumbuhan ekonomi yang optimal bisa dicapai ketika seluruh aspek bergerak bersama,” terangnya.
Upaya konkret menekan inflasi dan menjaga stabilitas harga diawali dengan pemetaan neraca komoditas kebutuhan pokok utama di Surabaya. Setelah komoditas prioritas ditetapkan, harga dipetakan mulai dari tingkat produsen hingga harga jual di pasar.
“Setelah harga produsen diketahui, Tim Pengendalian Inflasi yang melibatkan Kejaksaan dan Kepolisian, memastikan ketersediaan stok di lapangan serta mencegah kenaikan harga di luar batas kewajaran,” paparnya.
Dengan pembagian tugas yang jelas, pengendalian inflasi diharapkan berjalan efektif. Inflasi yang terjaga akan memastikan harga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) dan menjaga daya beli masyarakat, yang pada akhirnya mendorong pergerakan ekonomi Surabaya.
“Fungsi tim-tim ini sangat berpengaruh terhadap pencapaian Asta Cita Presiden. Ketika pasokan pangan tersedia dan harga stabil, daya beli terjaga, kebutuhan pokok terpenuhi, dan kemiskinan akan menurun,” tuturnya.
Saat ini, kinerja ekonomi Surabaya menunjukkan tren positif. IPM tercatat sebesar 85,6 persen, nilai investasi mencapai Rp40,48 triliun, pertumbuhan ekonomi triwulan III 2024 sebesar 5,5 persen, angka kemiskinan turun menjadi 3,5 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 4,84 persen, dan Gini Rasio menurun menjadi 0,369.
Namun, Wali Kota Eri menegaskan, capaian tersebut bukan semata hasil kerja Pemkot Surabaya, melainkan buah kolaborasi bersama BI, OJK, BPS, Kejaksaan, Kepolisian, dan perguruan tinggi.
“Saat ini pertumbuhan ekonomi Surabaya berada di kisaran 5,5 persen. Target tahun depan harus ditingkatkan hingga di atas 6 persen. Dengan pergerakan ekonomi bruto mencapai sekitar Rp700 triliun, seharusnya potensi pertumbuhan bisa lebih tinggi,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, salah satu kendala yang dihadapi adalah keterbatasan data ekspor-impor dari otoritas kepelabuhanan dan logistik yang menghambat BPS dalam menghitung pertumbuhan ekonomi secara akurat. Karena itu, pemerintah daerah bersama BI dan OJK akan mengambil peran dalam validasi data tersebut.
Hal ini, kata Eri, penting untuk mengetahui potensi riil pertumbuhan ekonomi Surabaya. Sebagai kota jasa dan gerbang utama Indonesia Timur, Surabaya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. (*)





