Dugaan Kwitansi Palsu Mengemuka dalam Persidangan Perdata di Kabupaten Kediri

Dugaan Kwitansi Palsu Mengemuka dalam Persidangan Perdata di Kabupaten Kediri
Kuasa hukum Penggugat, Agus Setiawan, S.Pd., S.H., menunjukkan berkas perkara dugaan pemalsuan dokumen usai menghadiri sidang perdata di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri. (Foto: istimewa)

Saksi itu, menurut Mas Agus, mengaku hanya diminta menandatangani kwitansi tanpa melihat transaksi berlangsung. Fakta ini, bagi tim Penggugat, semakin membuka indikasi ketidakwajaran dalam proses pembuatan dokumen.

Ancaman Pasal 263 KUHP

Mas Agus mengingatkan bahwa pemalsuan surat bukan pelanggaran ringan. Dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP, pemalsuan dokumen merupakan tindak pidana yang dapat dijerat hukuman penjara. Karena itu, pihaknya menyiapkan dua langkah hukum sekaligus.

“Pertama, kami akan menyampaikan keberatan secara resmi kepada Majelis Hakim agar dugaan pemalsuan ini dipertimbangkan dalam penilaian alat bukti. Kedua, kami akan melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan surat kepada pihak Kepolisian untuk penyelidikan lebih lanjut,” jelasnya.

Sengketa Bermula dari Penguasaan Tanah

Kasus ini berawal dari dugaan penguasaan sepihak atas sebidang tanah dan bangunan rumah yang diakui sebagai milik Penggugat. Putri Indah Lestari merasa dirugikan karena objek sengketa itu dikuasai tanpa dasar hukum oleh pihak Tergugat. Gugatan perdata pun ditempuh dengan harapan kejelasan status hukum dapat diperoleh melalui putusan pengadilan.

Sidang berikutnya akan digelar sesuai jadwal Majelis Hakim. Pihak Penggugat menegaskan komitmen untuk menjaga proses hukum agar tetap transparan dan bersih dari manipulasi apa pun.

Dengan menguatnya dugaan pemalsuan dokumen, persidangan ini tak lagi sekadar perkara perdata biasa. Ia bergerak memasuki arena yang lebih luas: pertarungan antara fakta dan rekayasa, yang kini menanti penilaian hakim dan proses hukum lanjutan.(*)

Penulis: Moch Abi Madyan