Blitar  

Tegakkan Keadilan Agraria, FMR Desak ATR/BPN Blitar Percepat Sertifikasi Tanah

Tegakkan Keadilan Agraria, FMR Desak ATR/BPN Blitar Percepat Sertifikasi Tanah
FMR saat menghadapi Kepala Dinas ATR/BPN Kabupaten Blitar

BLITAR (Wartatransparansi.com) – Front Mahasiswa Revolusioner (FMR) secara tegas mendesak ATR/BPN Kabupaten Blitar untuk mengoreksi data, memperbaiki proses administratif, dan memastikan tidak ada penyimpangan dalam pelaksanaan program sertifikasi tanah, khususnya terkait kasus permohonan Sertifikat Hak Milik atas nama Murtomo, warga Dusun Kedungbiru, Desa Bululawang, Kecamatan Bakung.

Kasus ini mencuat setelah ditemukan kekeliruan pendataan dalam program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), serta adanya nama pihak lain yang tercatat sebagai pemohon sertifikat atas tanah yang selama lebih dari dua puluh tahun dikuasai dan dikelola oleh Murtomo.

Kuasa hukum Murtomo, Mohammad Trijanto, S.H., M.M., M.H., C.Me., Sp.Ptn., CPLA., pendiri sekaligus advokat, mediator bersertifikat dan konsultan hukum utama Revolutionary Law Firm telah mengirim surat resmi kepada ATR/BPN Kabupaten Blitar untuk meminta pemeriksaan ulang, perbaikan data, dan penegakan kepastian hukum atas objek tanah tersebut.

Ketua FMR, Septyani Dwi Ningrum, menegaskan bahwa persoalan ini tidak boleh dianggap sepele karena menyangkut hak masyarakat kecil yang rentan tersisih akibat kesalahan administrasi.

“Negara tidak boleh abai terhadap hak rakyat. Jika terdapat kekeliruan data dalam program TORA maupun permohonan sertifikat, ATR/BPN wajib melakukan koreksi terbuka. Jangan sampai masyarakat kecil yang telah puluhan tahun mengelola tanahnya sendiri justru menjadi korban birokrasi.”

Selain itu, FMR juga menyoroti pelaksanaan Program Penataan Penggunaan Tanah Kawasan Hutan (PPTPKH) di Kabupaten Blitar. Sesuai perencanaan awal, program ini difokuskan untuk penertiban dan sertifikasi pemukiman, fasilitas umum (fasum), dan fasilitas sosial (fasos).

Namun, FMR menemukan dugaan penyimpangan berupa masuknya banyak bidang lahan kosong yang justru akan disertifikasi.

Septyani menegaskan bahwa temuan tersebut sangat kontra produktif dengan tujuan awal PPTPKH dan harus segera dievaluasi.

“Ketika program untuk pemukiman, fasum, dan fasos justru disisipi lahan kosong yang tidak jelas penguasaannya, maka wajar jika masyarakat berasumsi bahwa ada ‘titipan’ dari oknum-oknum tertentu. ATR/BPN harus mengevaluasi total agar arah program tidak melenceng dari tujuan.”

Program PPTPKH di Kabupaten Blitar pada tahun ini direncanakan menerbitkan 4.388 sertifikat hak milik yang tersebar di berbagai area kehutanan. Total luas kawasan hutan yang telah dilepaskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk program ini mencapai 262,47 hektar.