Dalam masa penjajahan, beliau menjadi penggerak kesadaran nasional dan spiritual di kalangan santri serta jaringan ulama, menanamkan gagasan bahwa perjuangan melawan penjajah adalah bagian dari jihad fi sabilillah.
“Syaikhona Kholil adalah sumber cahaya spiritual dan intelektual dari Madura yang menerangi bangsa. Dari tangannya lahir para ulama besar yang melahirkan gerakan kebangsaan dan keislaman moderat. Beliau pantas disebut pahlawan, karena jasanya bukan hanya bagi umat, tetapi bagi keutuhan Indonesia,” ungkap Khofifah.
Sementara itu, Marsinah, buruh perempuan asal Nganjuk yang wafat tragis pada tahun 1993, menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan pelanggaran hak-hak pekerja.
Marsinah berjuang untuk kesejahteraan buruh dan keberanian bersuara melawan penindasan, menjadikannya ikon pergerakan perempuan dan pekerja di Indonesia.
“Marsinah adalah cerminan semangat perempuan Jawa Timur yang teguh, berani, dan tulus memperjuangkan kebenaran. Ia mengajarkan kepada kita bahwa perjuangan untuk keadilan sosial tidak selalu dengan jabatan tinggi, tapi dengan keberanian dan keteguhan hati,” ujar Khofifah.
Khofifah menegaskan bahwa penetapan tiga tokoh asal Jawa Timur menjadi Pahlawan Nasional ini menjadi momentum penting untuk menyemai kembali nilai-nilai perjuangan dan kemanusiaan di kalangan generasi muda.
“Jawa Timur patut berbangga, karena dari tanah ini lahir tokoh-tokoh besar yang memberikan makna sejati tentang arti perjuangan. Semoga semangat Gus Dur, Syaikhona Kholil, dan Marsinah menginspirasi generasi penerus untuk terus bergerak, melanjutkan perjuangan dengan cara-cara damai, bermartabat, dan berkeadilan,” tutup Khofifah. (*)





