“Uang tersebut sudah kami sita dan dititipkan ke Rekening Penampung Lainnya (RPL) di Bank BNI sebagai bagian dari upaya penyelamatan kerugian negara,” jelas Wagiyo.
Dari hasil penyidikan sementara, perbuatan para tersangka diduga telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp26.876.402.300. Nilai itu masih dalam proses verifikasi auditor independen.
Untuk memperlancar proses hukum, penyidik langsung melakukan penahanan terhadap NLA di Rutan Kelas I Surabaya Cabang Kejati Jatim. “Kami lakukan penahanan untuk proses penyidikan lebih lanjut dan pemberkasan untuk persidangan,” tegas Wagiyo.
Wagiyo menegaskan, Kejati Jatim berkomitmen menuntaskan kasus ini secara profesional.
“Penyidikan perkara ini merupakan bentuk komitmen Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam menegakkan hukum secara profesional dan proporsional, serta memastikan pemulihan keuangan negara,” ujarnya.
Ia menambahkan, penyidikan korupsi BSPS tidak hanya menyasar pelaku, tetapi juga menjadi momentum untuk memperbaiki sistem tata kelola program pemerintah.
“Kejaksaan tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga pada perbaikan sistem agar tata kelola pemerintahan berjalan lebih bersih, transparan, dan akuntabel,” pungkasnya.
Kasus korupsi BSPS Sumenep mencerminkan rentannya pengawasan terhadap program bantuan sosial di daerah. Skema pemotongan bantuan hingga pungutan liar pada warga penerima menjadi pola berulang yang menodai program perumahan rakyat.
Dengan total anggaran ratusan miliar rupiah dan ribuan penerima, lemahnya pengawasan internal dan minimnya pelibatan masyarakat menjadi ruang subur bagi praktik penyimpangan. Penindakan hukum K
ejati Jatim diharapkan dapat menjadi efek jera sekaligus momentum evaluasi sistemik bagi seluruh pemerintah daerah di Jawa Timur. (u’ud/min)





