Pertumbuhan itu tak hanya tercermin dari angka, tetapi juga dari dampak sosialnya. Saat ini 90 pekerja terlibat di dalamnya, 70 persen di antaranya anak muda dari lingkungan sekitar. Mereka tak sekadar mencari nafkah, melainkan ikut menjaga tradisi tenun ikat yang telah menjadi warisan budaya Kediri.
“Awalnya kami hanya membuat sarung, kini juga memproduksi kain dan bahan pakaian. Semua proses masih manual melalui 14 tahapan. Kami fokus menjaga kualitas dan warna, bukan hanya motif,” kata Siti Ruqoyah.
Untuk memperluas pasar, Siti bersama putrinya memanfaatkan Instagram dan Facebook guna menarik minat generasi muda. “Kami ingin tenun tampil trendi dan relevan tanpa meninggalkan nilai budaya,” ujarnya.
Daya tarik tenun Medali Emas kini menembus industri kreatif. Agrista Makali, seorang MUA asal Kediri, memilih produk ini karena motifnya khas dan kualitasnya unggul. “Warnanya cerah, pembayarannya mudah lewat QRIS, dan cocok untuk kostum karnaval maupun busana panggung,” katanya.(*)