Terakhir, ia juga meminta doa dari para pendeta dan tokoh agama yang hadir agar Surabaya terus menjadi kota yang toleran, saling menguatkan, dan menjadi keluarga besar yang saling menolong tanpa memandang agama atau suku.
“Kekuatan kita dalam membangun sebuah kota adalah kekuatan persaudaraan. Persaudaraan tidak pernah melihat apakah kita Muslim, Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, atau Konghucu. Apakah kita suku Jawa, Madura, Batak, atau Tionghoa. Semuanya adalah satu, kita ini adalah NKRI,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Surabaya, Tundjung Iswandaru, mengatakan bahwa tujuan utama dari penyelenggaraan Lomba Paduan Suara Antar Gereja Se-Surabaya adalah untuk mempererat semangat persaudaraan di antara umat Kristiani di Kota Surabaya.
“Selain itu, lomba ini menjadi sarana mengembangkan bakat olah vokal yang diharapkan dapat melahirkan talenta paduan suara terbaik di Surabaya,” kata Tundjung.
Ia melanjutkan, para dewan juri dalam perlombaan ini berasal dari guru seni dan budaya di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota (Dispendik) Surabaya.
“Setiap kelompok finalis beranggotakan maksimal 22 orang, termasuk dirigen dan pengiring musik. Dalam babak final, peserta diwajibkan menyanyikan dua lagu, lagu wajib berjudul Lukisan Indonesia, dan lagu pilihan berupa lagu rohani,” pungkas Tundjung.
Sebagai informasi, daftar 10 Finalis Lomba Paduan Suara, antara lain GPPS EL Battle Surabaya, Redemptor Mundi, HKBP Manyar, GKJW Wiyung, Gereja Kristus Raja, Gereja Katolik Paroki Santo Yusuf Surabaya, GPIB Maranatha Surabaya, Gereja Katolik Sakramen Maha Kudus, GPT Kristus Gembala, dan Gereja Katolik Santo Yosafat. (*)