Kolaborasi dengan Puskesmas dan Akademisi
Agar pengawasan lebih maksimal, Cak Yebe mengusulkan keterlibatan puskesmas dalam pemantauan kesehatan siswa penerima MBG. Selain itu, dukungan dari akademisi melalui fakultas psikologi dan pendidikan juga penting untuk memantau perkembangan mental anak.
Ia menuturkan pernah melakukan uji coba di SDN Kedurus 1 selama sebulan dengan biaya pribadi. Dalam uji coba tersebut, ia melibatkan tenaga medis dan tim psikologi untuk memantau 330 siswa.
“Pengawasan berkala, minimal seminggu sekali secara acak, bisa menjadi tolok ukur keberhasilan program,” tambahnya.
Pengawasan Jadi Kunci Utama
Menurut Cak Yebe, kasus keracunan makanan dapat dipicu banyak faktor. Namun, faktor paling menentukan tetap pada sistem pengawasan yang dijalankan SPPG dan SPPI.
“Kalau sistem pengawasannya lemah, potensi masalah akan selalu ada. Maka dari itu, pengawasan harus diperkuat,” ujarnya.
Harapan untuk MBG Surabaya
Menutup pernyataannya, Cak Yebe mengajak Pemkot dan masyarakat bersama-sama melakukan evaluasi dini. Ia berharap program Makan Bergizi Gratis Surabaya benar-benar membawa manfaat besar bagi siswa.
“Mumpung belum terjadi di Surabaya, ayo kita evaluasi bersama. Tidak ada salahnya menerima masukan demi kebaikan program ini,” pungkasnya. (*)