“Sementara itu, seleksi terbuka calon Sekda adalah proses rekrutmen dan seleksi secara kompetitif untuk mengisi posisi Sekda di lingkup pemerintah daerah,” kata dia.
Lanjutnya, para kandidat dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pejabat yang memenuhi syarat dapat mendaftarkan diri untuk mengikuti tahapan seleksi.
Dalam pikirannya, proses ini melibatkan beberapa tahapan, termasuk rekam jejak, penulisan makalah, wawancara dan asesmen, yang bertujuan untuk mendapatkan kandidat terbaik dengan kompetensi dan integritas yang sesuai untuk menduduki jabatan penting tersebut.
Siapapun yang akan dipilih menjadi Sekda Kabupaten Blitar nantinya akan menghadapi persoalan klasik yang terjadi di Kabupaten Blitar.
Pertama, persoalan menjaga hubungan yang harmonis antara eksekutif dan legislatif demi lancarnya pembangunan dan tercapainya visi-misi Kepala Daerah.
“Kasus sering tidak kuorumnya agenda rapat paripurna di DPRD terjadi karena adanya masih perbedaan pandangan dalam konteks mewujudkan pembangunan bersama di Kabupaten Blitar. Sekda nanti harus mampu berkomunikasi dengan baik antara eksekutif dan legislatif,” ungkapnya.
Dirinya menyatakan, sedangkan persoalan yang kedua adalah mengenai terobosan alternatif sumber pembiayaan pembangunan. Kabupaten Blitar yang wilayah teritorialnya luas memiliki keterbatasan APBD.
“Apalagi kalau melihat dana transfer daerah yang pada 2025 ini, tekena efisiensi kurang lebih Rp43 miliar. Sementara itu, penurunan transfer ke daerah untuk Kabupaten Blitar pada 2026 nanti, diproyeksikan mengalami penurunan menjadi Rp200 miliar,” jlentrehnya.
Tentunya itu juga akan membuat pusing kepala daerah untuk mencari alternatif pendanaannya, agar untuk menutup defisit anggaran itu tidak membebani masyarakat Kabupaten Blitar.
“Tentunya yang Bupati Blitar akan hati-hati memilih calon Sekda dan harus mengabaikan calon yang sekedar asal bapak senang(ABS). Ada pendapat jika tepat memilih sekretaris daerah maka separo dari beban Bupati akan berkurang,” tandas Ketua PPI Kabupaten Blitar ini. (*)