Kirab Merah Putih di Kediri sudah menjadi tradisi tahunan yang ditunggu masyarakat. Bukan sekadar arak-arakan, tetapi juga simbol persatuan dan semangat juang yang diwariskan dari para pahlawan.
“Makna kemerdekaan adalah bebas berkarya dalam hal positif dan menatap masa depan dengan memperkuat kolaborasi,” kata Vinanda.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Kota Kediri, Zahrie Ahmad, menyebut kirab ini lahir dari inisiatif masyarakat, khususnya para pemuda. Pemerintah kota hanya memfasilitasi agar tradisi tetap hidup.
“Ini menunjukkan betapa kuatnya cinta tanah air warga Kediri. Semangat mengibarkan Bendera Merah Putih datang dari masyarakat, dan pemerintah tentu menyambutnya dengan baik,” ujarnya.
Tahun ini, sekitar seribu orang terlibat langsung dalam kirab. Mereka berbaris rapi, membawa potongan kain merah putih untuk disatukan di puncak Gunung Klotok. Bagi warga, prosesi ini bukan sekadar seremonial, melainkan simbol kebersamaan dan wujud penghormatan kepada para pahlawan.
Zahrie berpesan, semangat kemerdekaan jangan berhenti hanya pada kirab semata. Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menjadikan momentum HUT ke-80 RI sebagai pengingat pentingnya berkarya dan berbuat positif.
“Di usia ke-80 Republik Indonesia, mari kita menatap masa depan dengan pikiran sehat dan produktif. Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan, insyaallah akan membuahkan hasil,” tutur Zahrie.
Dan benar saja, sore itu, Kota Kediri seakan berubah menjadi panggung besar perayaan nasionalisme. Setiap langkah pemuda yang mengiringi bendera raksasa menjadi pengingat bahwa semangat kemerdekaan tidak boleh pudar, justru harus semakin berkobar di usia ke-80 Republik Indonesia.(*)