Blitar  

Aktivis Anti Korupsi Blitar: Pengibaran Bendera One Piece Adalah Bentuk Pelecehan Simbol Negara

Aktivis Anti Korupsi Blitar: Pengibaran Bendera One Piece Adalah Bentuk Pelecehan Simbol Negara
Aktivis Anti Korupsi, Mohammad Trijanto, S.H., M.M., M.H

Pihaknya juga menyoroti gejala meningkatnya pengaruh budaya pop asing, seperti anime dan cosplay, yang tanpa disaring telah merasuk ke dalam ruang-ruang sakral kenegaraan. Ia menilai bahwa pengibaran bendera One Piece dalam upacara peringatan kemerdekaan adalah bukti degradasi nasionalisme yang semakin mengkhawatirkan.

“Budaya pop boleh dinikmati, tetapi ada tempat dan waktunya. Hari Kemerdekaan bukanlah panggung hiburan. Itu adalah momen refleksi sejarah, bukan festival karakter fiksi. Mengganti bendera nasional dengan lambang fiksi adalah pengaburan nilai perjuangan,” katanya.

Kata Trijanto, mengutip pemikiran Dr. Anies Baswedan dalam jurnal “Pendidikan Karakter untuk Membangun Bangsa” (2011), bahwa degradasi nasionalisme di kalangan anak muda dapat terjadi apabila institusi pendidikan gagal menanamkan nilai kewarganegaraan dan identitas nasional.

Lebih jauh, Trijanto menggaris bawahi bahwa simbol visual bukanlah elemen pasif. Ia mengutip pemikiran Susan Sontag dalam bukunya “On Photography” (1977) bahwa simbol dan gambar membawa narasi ideologis yang dapat memengaruhi cara pandang masyarakat.

“Simbol bajak laut seperti bendera One Piece memang fiktif, tapi ia membawa narasi pemberontakan, pelanggaran hukum, dan anti-otoritas. Ketika itu dikibarkan menggantikan simbol negara, maka pesan yang dikirim adalah perlawanan terhadap identitas nasional itu sendiri,” ujarnya.

Sebagai bentuk kepedulian dan komitmen terhadap tegaknya kehormatan nasional, Trijanto menginisiasi pembentukan Jaringan Pemantau Simbol Negara di berbagai daerah, termasuk di Blitar. Gerakan ini bertujuan untuk mengawasi perayaan-perayaan publik agar tidak melenceng dari etika dan konstitusi negara.

“Kami akan libatkan tokoh agama, akademisi, ormas, dan pemuda. Masyarakat sipil harus turun tangan, tidak boleh diam. Merah Putih adalah roh bangsa. Jangan biarkan ia direduksi menjadi hiasan semata atau diganti seenaknya,” tegas Trijanto.

Menutup pernyataannya, Trijanto menegaskan bahwa jika bangsa Indonesia sendiri tidak bisa menghormati bendera Merah Putih, maka tidak ada alasan bagi bangsa lain untuk menghormati Indonesia. Ia mengajak semua pihak, terutama generasi muda, untuk memahami kembali makna simbol negara sebagai warisan perjuangan dan identitas kebangsaan.

“Kalau bangsa ini tak mampu menjaga kehormatan Merah Putih, jangan harap dihormati oleh bangsa lain. Kita harus bangga menjadi Indonesia. Jaga Merah Putih, karena di situlah martabat, sejarah, dan kehormatan kita berdiri,” tutup Mohammad Trijanto dengan penuh keyakinan. (*)