BLITAR (Wartatransparansi.com) – Mengganti bendera Merah Putih lambang sakral kedaulatan bangsa dengan bendera bajak laut fiktif dari budaya luar adalah tindakan pelecehan konstitusional dan perendahan martabat nasional. Ini bukan soal kreativitas dan pelanggaran hukum.
Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia diwarnai polemik serius menyusul tindakan sejumlah pemuda yang mengibarkan bendera bajak laut bertema One Piece sebagai pengganti bendera Merah Putih.
Hal tersebut dikatakan tokoh hukum dan aktivis anti korupsi nasional, Mohammad Trijanto, S.H., M.M., M.H yang menilai aksi tersebut bukan sekadar pelanggaran moral, tetapi juga bentuk pelecehan simbolik terhadap negara yang dapat dikenai sanksi pidana.
Sebagai seorang ayah dari perwira TNI aktif, Trijanto menyatakan rasa kecewa dan kemarahannya. Ia menegaskan bahwa tindakan semacam ini mencerminkan krisis nasionalisme generasi muda yang dengan mudah terhanyut arus budaya asing tanpa filter ideologis.
“Putra saya berdiri di garda terdepan mempertahankan Merah Putih. Ketika simbol itu dipermainkan dan diganti dengan lambang bajak laut, saya bukan hanya tersinggung secara pribadi, tapi juga merasa bahwa seluruh perjuangan bangsa sedang diremehkan. Ini penghinaan terhadap konstitusi,“ ujar Trijanto dalam pernyataan resminya di Kota Blitar, Minggu (03/08/2025).
Ia mengingatkan bahwa mengganti bendera negara dengan simbol fiktif adalah tindakan yang bisa dijerat hukum. Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, khususnya Pasal 66, yang menyatakan:
“Setiap orang yang dengan sengaja merusak, merendahkan, atau tidak menghormati Bendera Negara, dipidana dengan penjara paling lama lima (5) tahun atau denda paling banyak Rp.500 juta.”
“Barang siapa menodai bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan maksud menghina kehormatan negara, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.”
Dalam konteks ini, Trijanto menekankan bahwa negara tidak boleh lunak dalam menghadapi pelanggaran terhadap lambang negara. “Simbol negara bukan sekadar kain, tapi identitas hukum dan kehormatan kita sebagai bangsa,” ujarnya.