Pelaporan Berujung Tuduhan Berat
Surat pernyataan 2008 itu kini digunakan sebagai dasar pelaporan pidana oleh PT Jawa Pos terhadap Nany dan Dahlan. Mereka dijerat dengan sejumlah pasal, termasuk Pasal 263, 266, 372, dan 374 KUHP, serta TPPU juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
Rekomendasi Gelar Perkara Diabaikan, Penetapan Tersangka Mendadak
Billy menyebut bahwa pihaknya sudah melapor ke Biro Wasidik Mabes Polri. Pada 13 Februari 2025, dilakukan gelar perkara yang juga dihadiri kuasa hukum PT Jawa Pos dan direksi. Hasil gelar perkara menyarankan pendalaman para pihak dan kejelasan posisi pemegang saham.
Yang mana pendalam berupa BAP dahlan iskan yang merupakan saksi kunci belum diselesaikan. Termasuk dua kali permohonan pengajuan ahli yang diajukan pihak nany widjaaj belum mendapat tanggapan. Sedangkan pihak pelapor sudah diperiksa keterangan ahli sebanyak 3 orang.
Namun di luar dugaan, sesuai berita yg beredar di media online tiba-tiba menetapkan Nany dan Dahlan sebagai tersangka yang dimana surat pemberitahuan resmi belum kami diterima akan tetapi sudah viral di media online.
“Ya tentunya kami kaget. Bahkan sampai sekarang kami belum terima surat resmi. Kami tahu dari media, dan berita pun simpang siur,” ungkap Billy.
Gugatan Perdata Masih Berjalan, Mengapa Dipaksakan Pidana?
Saat ini, gugatan perdata terkait pengesahan kepemilikan saham PT dharma nyata sedang berjalan di pengadilan. Pihak Nany menggugat PT Jawa Pos untuk memperjelas status kepemilikan mereka di PT DNP. Oleh karena itu, Billy menilai penetapan tersangka sangat prematur. Karena sidang perdata baru akan memasuki agenda pembuktian
“Menurut Perma Nomor 1 Tahun 1956, seharusnya pidana ditangguhkan dulu karena perdata belum selesai. Tapi ini justru dipaksakan. Kami tidak menolak proses hukum, tapi harus sesuai prosedur,” tuturnya. (u’ud)