Menurut data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sepanjang tahun 2024, setidaknya terjadi 61 kasus kekerasan, dalam bentuk fisik, intimidasi, teror, dan serangan digital seperti doxing dan DDoS (Distributed Denial of Service).
Bulan Maret 2025, Media TEMPO mendapatkan serangan secara simbolik yaitu mendapatkan kiriman kepala babi dan bangkai tikus setelah mempublikasikan artikel mengenai judi online.
Di akhir Mei 2025, seorang penulis opini, menulis sebuah artikel mengenai sipil dan militer di media DETIK yang kemudian mendapatkan teror dan kekerasan fisik.
Menurut Survei Indeks Kebebasan Pers (IKP) 2024 yang dilakukan Dewan Pers juga mencatat adanya penurunan 2,21 poin dibanding tahun sebelumnya yaitu di angka 69,36 sementara pada tahun 2023 tercatat di 71,57.
Angka itu memang menunjukkan bahwa kemerdekaan pers di Indonesia masih dalam kategori “cukup bebas”, namun bila melihat angka indeks pada tahun 2022 yang berada di angka 77,88, maka terlihat tren penurunan yang mengkhawatirkan.
Rentannya kerja-kerja jurnalistik untuk menyuarakan kebenaran menunjukkan perlunya perlindungan terhadap pers.
Sudah semestinya, Indonesia sebagai negara demokrasi menjaga dan melindungi kemerdekaan pers. Bukan hanya karena kemerdekaan pers itu penting bagi demokrasi, tapi karena kemerdekaan pers itu juga adalah demokrasi itu sendiri. (rls/ais)