Lapsus  

Perjalanan Umrah ketika Madinah dan Makkah Berubah (5

Bus Eksekutif Membuat Jamaah Nyaman

Perjalanan Umrah ketika Madinah dan Makkah Berubah (5
Oplus_131072

Setelah tiba waktunya memulai ibadah umrah, maka seperti fatwa para ulama jaman dulu, dengan kemampuan terbatas pun diminta berusaha pamit ke Rasulullah. Dengan menghadap ke makam Nabi Muhammad di bawah Kuba hijau Masjid Nabawi.

Karena sebagian rombongan termasuk jamaah wanita sudah berpamitan, maka saya bertiga bersama pak Zul dan Sukaji berjalan ke masjid dan sholat dekat dengan rumah Rasul atau kubah hijau, setelah itu keluar dengan membaca sholawat sebanyak banyaknya sambil berpamitan dengan Nabi Muhammad SAW.

Detik-detik menjelang memulai ritual umrah, mulai mandi besar dengan niat umrah, memakai pakaian ihram, dan menyiapkan mental dengan dzikir, doa dan sholawat terus berdetak merentak hentak. Menghentak hentak dalam sekujur tubuh serasa melayang antara percaya atau tidak percaya dipanggil Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi tamu di Haramain.

Bus eksekutif yang menjemput pada saat tiba di stasiun kereta api Haramain di Madinah, juga membawa keliling ziarah di wilayah Madinah, kembali mengantar ke Makkah.

Perjalanan dengan bus eksekutif membuat jamaah menjadi nyaman, tenang dan memulai ibadah juga dengan perasaan enak karena nyaman.

Ritual dengan mengambil miqot di Bir Ali menjadi awal ibadah umrah, kemudian kembali ke bus dengan memanjatkan doa juga membaca talbiyah.

Bus eksekutif itu hanya menyediakan 7 tempat duduk menghadap ke depan, benar benar eksekutif, dengan kursi memanjang seperti sofa tidur dengan model santai, seperti kebiasaan ruang tamu rumah rumah Arab, kemudian paling belakang seperti menghadap ke depan juga dalam bentuk kursi santai memanjang lengkap dengan bantal. Sesekali tertidur dalam perjalanan hampir 6 jam, dan lebih sering bersama sama membaca talbiyah …

Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik, innal-hamda wan-ni’mata laka wal-mulk, la syarika lak

“Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”

Sepanjang perjalanan talbiyah terus dibaca bersahutan, dengan berbagai untaian irama juga diselingi doa doa. Jadilah perjalanan ritual semakin nikmat, walau sudah merasakan perubahan di Raudlah, dan perubahan thowaf harus memakai pakaian ihram. (Djoko Tetuko bersambung)