KEDIRI (WartaTransparansi.com) – Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Tenaga Kerja Kota Kediri tengah menyelidiki dugaan penahanan ijazah dan gaji. Kasus ini mencuat setelah Ahmad Nur Rosyid, mantan karyawan di salah satu perusahaan swasta bergerak dalam bidang jasa perhotelan di kota tersebut, melaporkan ketidakadilan yang ia alami kepada dinas terkait.
Upaya yang diambil oleh Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Tenaga Kerja Kota Kediri yakni memanggil kedua belah pihak yakni Ahmad Nur Rosyid selaku mantan karyawan, dan pemilik perusahaan jasa perhotelan Anastasya Yohanes guna dilakukan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket).
Namun, sayang upaya pulbaket yang ditengahi oleh Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans Provinsi Jawa Timur (Jatim) pihak pemilik hotel tidak dapat menghadiri undangan resmi dari dinas terkait.
” Alasan ketidakhadiran mantan bos (pemilik hotel-red) karena yang bersangkutan masih sibuk, hal ini disampaikan oleh Ibu Panca selaku pejabat Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Buruh Kota Kediri sebelum saya memberikan keterangan kepada pengawas,” ucap Ahmad Nur Rosyid, Jumat (14/6/2024).
Rosyid sangat menyayangkan ketidak hadiran mantan bosnya dalam pertemuan tersebut, secara tidak langsung memperlama dirinya untuk mendapatkan haknya kembali yakni gaji dan Ijazah SMK.
Meskipun demikian Rosyid memberikan apresiasi kepada Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Tenaga Kerja Kota Kediri yang telah mengundang dirinya dan dapat menyampaikan keterangan secara langsung kepada Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans Jatim yang berlangsung hampir 1 jam.
” Tadi ada sebanyak 10 sampai 15 pertanyaan diajukan oleh pengawas, saya diminta menceritakan dari awal masuk melamar sampai keluar kerja. Semua taceritakan apa adanya tanpa ada yang saya tutupi,” terang Rosyid.
Sementara itu, Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans Jatim, Slamet Purwanto, mengutarakan, telah mengajukan 15 pertanyaan kepada Ahmad Nur Rosyid selaku mantan karyawan hotel tersebut, untuk menggali informasi lebih mendalam, semua jawaban ini kemudian dirangkum oleh mediator dari Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Tenaga Kerja Kota Kediri.
Langkah berikutnya, ialah mendatangkan pihak hotel dianggap penting untuk memastikan objektivitas, dan mengkonfirmasi keterangan dugaan kasus penahanan ijazah dan gaji milik Ahmad Nur Rosyid.
” Kami mengajukan telah mengajukan 15 pertanyaan kepada Rosyid, untuk kemudian dirangkum oleh Bu Panca dan langkah berikutnya meminta keterangan dari pihak hotel,” ucap Slamet.
Ia juga menegaskan pentingnya surat perjanjian kerja yang jelas dan kuat bagi semua pengusaha di Kota Kediri. Penegasan ini disampaikan dalam upaya mencegah konflik ketenagakerjaan dan memastikan hak serta kewajiban antara pekerja dan pengusaha terlindungi dengan baik. Agar dugaan kasus yang dialami oleh Ahmad Nur Rosyid tidak terulang lagi di kemudian hari.
” Saya memberikan perhatian kepada semua pihak khususnya pengusaha, yakni perlunya perjanjian kontrak kerja yang jelas dan mengikat antara kedua belah pihak,” tegas Slamet.
Lanjut Slamet pihaknya akan mengedepankan proses mediasi dalam menyelesaikan persoalan yang dialami oleh Ahmad Nur Rosyid, mantan karyawan sebuah hotel di Kediri. Kasus ini melibatkan dugaan penahanan ijazah dan gaji yang belum dibayarkan oleh bekas tempat kerjanya.
Hal ini pihaknya lakukan agar kedua belah pihak dapat menjelaskan secara terbuka, dan tidak mengedepankan ego masing-masing.
” Kami akan mengedepankan mediasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan perselisihan antara Ahmad Nur Rosyid dan mantan tempat kerjanya,” tutupnya.
Untuk diketahui, Ahmad Nur Rosyid, merupakan mantan karyawan salah satu perusahaan jasa perhotelan di Kota Kediri, harus mengalami nasib tak mengenakkan setelah pemilik perusahaan tersebut diduga tidak memberikan gaji 2 bulan terakhir dan ijazah aslinya.
Kejadian tersebut membuat pria asal Desa Sidomulyo, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri ini merasa marah dan kecewa atas perlakuan tidak adil yang dialaminya.
Rosyid mengatakan awalnya hanya dibayar Rp. 1 juta per bulan untuk dua bulan pertama. Namun, memasuki bulan ketiga, gajinya tiba-tiba dipotong menjadi Rp. 750 ribu. Situasi semakin memburuk ketika dua bulan terakhir ia bekerja, gajinya sama sekali tidak diberikan oleh pihak hotel. (*)