Tajuk  

Harga Mahal ketika PON terasa “Pincang”

Harga Mahal ketika PON terasa “Pincang”
Djoko Tetuko Abdul Latief

Berdasarkan hasil musyawarah KONI Pusat, dan upaya mengembalikan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke tujuan hakiki atau khittah, bahwa pesta olahraga ini digelar untuk menyatukan, mempersatukan, dan mempertemukan seluruh anak bangsa yang berprestasi di bidang olahraga, dalam satu gelanggang.

Ketika cabang olahraga sepak bola, banyak terjadi kejanggalan karena beberapa Provinsi tidak ikut babak kualifikasi, termasuk Jawa Timur, maka KONI Pusat bersama dengan pihak terkait berusaha memberikan kesempatan untuk melakukan pertandingan babak kualifikasi kembali.

Mempertemukan anak bangsa dari puluhan provinsi dengan lebel berprestasi, tentu saja berbagai cabang olahraga digelar, dan hal itu semata-mata untuk mewujudkan maksud dan tujuan PON, yang kini bergeser dari puncak pembinaan atau titik kulminasi pembinaan atlet nasional yang tersebar di berbagai daerah sesuai potensi dan bakatnya, kembali ke nilai dan jiwa persatuan dan kesatuan anak bangsa.

Sebab, beberapa PON terakhir, nilai dan jiwa mempersatukan kelihatan mulai pudar. Perebutan medali sebanyak banyaknya, terutama medali emas dan persaingan merebut tahta juara umum. Seakan akan menjadi tujuan utama. Sehingga pesta anak bangsa itu sudah bergeser dari makna awal.

Jika hal itu terus menerus dibiarkan, dan pembiaran ini, semakin diperkuat dengan tidak ada larangan bagi perpindahan atlet binaan daerah atau provinsi asal, maka selamanya PON hanya tinggal sejarah, tinggal kenangan, tanpa makna, tanpa simbol persatuan dan kesatuan anak bangsa.

Oleh karena itu, pada PON XXI 2024 Aceh-Sumut, dengan mengedepankan simbol persaudaraan sesama anak bangsa, tetapi aroma perebutan medali masih meng dominasi, maka mengembalikan bukan sekedar perebutan medali. Maka mau tidak mau, suka tidak suka, maka harus ada kebijakan dari KONI maupun induk cabang olahraga, secara sadar mengembalikan ke cita cita luhur dan perjuangan seperti semula.

Apalagi, PON dimaksudkan sebagai bukti untuk menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia juga bisa mengadakan acara kompetisi olahraga setingkat nasional. Para atlet Indonesia tentu menyambut baik hal ini. Termasuk atlet sepak bola.

Kesadaran secara tiba-tiba karena kendala non-teknis, Tim Pra PON cabang olahraga sepak bola, tidak ikut pada babak kualifikasi sesuai rencana dan jadwal, menjadi wacana kebijakan membuat sama rata mendapat kesempatan sama, tetap bertanding di babak kualifikasi dengan berbagai ide dan gagasan luar biasa.

Di antara &esadaran itu,bterkuak bahwa ketika pertandingan sepak bola tidak ada tim dari provinsi Jawa paling ujung, terasa bahwa PON akan pincang atau hambar. Karena provinsi dengan jumlah klub amatir di Liga-3, 80 klub lebih. 276 SSB Terafiliasi. Absen karena kendala non teknis, bukan karena kekalahan dalam arena.

Belum lagi pembinaan dari klub Liga-1 dengan jumlah sebaran terbanyak di Jatim, maka pemain EPA (Elite Pro Acamademy), maka pemain muda sekaligus pemain masa depan, ketika berlatih dan bertanding di kompetisi kelompok umur, seakan akan terkunci mendapat kesempatan bertanding di PON membela provinsi Jawa Timur.

Kasadaran Ketua Umum KONI Pusat Marciano, Gubernur Khofifah Indarparawansa sebelum mengakhiri masa jabatan, dan sejumlah pihak terkait. Maka babak kualifikasi khusus digelar.

Lapangan Thor Surabaya, menjadi saksi bisu sejarah bahwa Tim Pra PON tuan rumah Jawa Timur, bersama provisni yang belum pernah mengikuti kualifikasi karena non teknis, Sulawesi Tenggara (Sultra), Maluku, dan Maluku Utara, dipertandingkan sejak Minggu (3/3/2024). Empat tim bertanding dan bersaing merebut 1 tiket ke PON Aceh-Sumut.

Tetapi jangan tanya berapa miliar, tuan rumah Jawa Timur harus mengeluarkan anggaran? Secara perhitungan sudah pasti mahal karena memang biayanya lebih mahal dibanding jika mempersiapkan diri mengikuti babak kualifikasi awal tahun lalu.

Sekali lagi, karena PON terasa pincang, PON terasa hambar, PON terasa kurang sempurna. Maka harga mahal bukanlah suatu ukuran. Tetapi bagaimana menjaga marwah sepak bola nusantara dan Jatim khusus, dalam nuansa mengutamakan persatuan dan kesatuan anak bangsa.

Akankah Tim Pra PON Jatim cabor sepak bola, akan membalas dengan mempersembahkan medali emas atau juara, seperti ketika juara pada PON XVII Kalimantan Timur. Perjalanan masih panjang, kita doakan babak kualifikasi khusus berjalan baik, lancar dan aman. Sekaligus mengantar asuhan Fakhri Husaini terbaik di antara 3 tim dari Indoensia Timur (bagian tengah). Semoga! (*)