Di antara &esadaran itu,bterkuak bahwa ketika pertandingan sepak bola tidak ada tim dari provinsi Jawa paling ujung, terasa bahwa PON akan pincang atau hambar. Karena provinsi dengan jumlah klub amatir di Liga-3, 80 klub lebih. 276 SSB Terafiliasi. Absen karena kendala non teknis, bukan karena kekalahan dalam arena.
Belum lagi pembinaan dari klub Liga-1 dengan jumlah sebaran terbanyak di Jatim, maka pemain EPA (Elite Pro Acamademy), maka pemain muda sekaligus pemain masa depan, ketika berlatih dan bertanding di kompetisi kelompok umur, seakan akan terkunci mendapat kesempatan bertanding di PON membela provinsi Jawa Timur.
Kasadaran Ketua Umum KONI Pusat Marciano, Gubernur Khofifah Indarparawansa sebelum mengakhiri masa jabatan, dan sejumlah pihak terkait. Maka babak kualifikasi khusus digelar.
Lapangan Thor Surabaya, menjadi saksi bisu sejarah bahwa Tim Pra PON tuan rumah Jawa Timur, bersama provisni yang belum pernah mengikuti kualifikasi karena non teknis, Sulawesi Tenggara (Sultra), Maluku, dan Maluku Utara, dipertandingkan sejak Minggu (3/3/2024). Empat tim bertanding dan bersaing merebut 1 tiket ke PON Aceh-Sumut.
Tetapi jangan tanya berapa miliar, tuan rumah Jawa Timur harus mengeluarkan anggaran? Secara perhitungan sudah pasti mahal karena memang biayanya lebih mahal dibanding jika mempersiapkan diri mengikuti babak kualifikasi awal tahun lalu.
Sekali lagi, karena PON terasa pincang, PON terasa hambar, PON terasa kurang sempurna. Maka harga mahal bukanlah suatu ukuran. Tetapi bagaimana menjaga marwah sepak bola nusantara dan Jatim khusus, dalam nuansa mengutamakan persatuan dan kesatuan anak bangsa.
Akankah Tim Pra PON Jatim cabor sepak bola, akan membalas dengan mempersembahkan medali emas atau juara, seperti ketika juara pada PON XVII Kalimantan Timur. Perjalanan masih panjang, kita doakan babak kualifikasi khusus berjalan baik, lancar dan aman. Sekaligus mengantar asuhan Fakhri Husaini terbaik di antara 3 tim dari Indoensia Timur (bagian tengah). Semoga! (*)