SIDOARJO (Wartatransparansi.com) – Laboratorium Governance dan Manajemen Pelayanan Publik Program Studi Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), kembali menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) series 3 yang dilaksanakan secara offline dan pada pukul 09.00-selesai WIB, Jum’at (12/1/2024)
Kegiatan itu digelar guna menggali lebih mi dalam, mengenai urgensi kebijakan penataan PKL di Kabupaten Sidoarjo. Acara yang diikuti oleh Asisten Laboratorium AP Umsida dan Pengurus Himpunan Mahasiswa Program Studi Administrasi Publik Umsida, menghadirkan M. Rofii Khusnan., S.Kom sebagai Narasumber.
M. Rofii Khusnan., S.Kom. saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Kabupaten Jombang dan juga merangkap sebagai Wakil Ketua KNPI Provinsi Jawa Timur.
FGD tersebut digelar untuk memberikan dan menjelaskan urgensi kebijakan penataan PKL di Kabupaten Sidoarjo, termasuk tantangan yang dihadapi.
Dalam diskusi kali ini, Rofii memaparkan bahwa penertiban PKL masih mengikuti pola lama dengan penggusuran yang lebih mengutamakan kebersihan, keamanan, dan kenyamanan kota. Namun, lokasi baru untuk PKL seringkali tidak menguntungkan dan tidak potensial, sehingga para PKL memutuskan untuk kembali ke lokasi mereka sebelumnya.
“Faktor penyebab konflik antara pedagang kaki lima (PKL) meliputi penggunaan alat berjualan yang mengganggu ketertiban kota, kecenderungan PKL untuk berjualan di tempat-tempat strategis yang ramai, dan kurangnya fasilitas negara yang mendukung kegiatan ekonomi para PKL,” paparnya.
Selain itu, adanya masyarakat setempat yang tidak pernah mengantisipasi atau mengelola pertumbuhan PKL, sehingga terjadi berbagai konflik yang mempengaruhi ketertiban, keindahan, dan kenyamanan kota.
“Pemerintah perlu mengambil keputusan yang tepat dan efektif dalam menangani masalah penataan dan pemberdayaan PKL. Keberhasilan implementasi kebijakan penataan dan pemberdayaan PKL dapat diukur dari efektivitas, responsivitas, dan pemerataan kebijakan tersebut,” jelas Rofii
Ia juga menegaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan meliputi sumber daya, kekuasaan dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik para pemangku kepentingan, isi kebijakan, dan konteks implementasi.