Sedangkan, gambaran distribusi kasus HIV anak pada rentang usia ≤14 tahun sebanyak 7 kasus. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi penurunan sebanyak 1 kasus. Indikasi terjadinya risiko penularan HIV pada anak, disebabkan oleh kurangnya kepatuhan minum obat ARV bagi ibu yang telah terinfeksi HIV karena tidak adanya dukungan dari pasangan (keluarga), serta ketidakberdayaan seorang istri terhadap permasalahan kesehatannya.
“Sebagai upaya pengendalian, Surabaya terus konsisten dan masif dalam kegiatan skrining HIV terhadap seluruh kelompok populasi berisiko, tanpa membedakan status kependudukan,” tegasnya.
Meski demikian, Dinkes Kota Surabaya tiada henti-hentinya melakukan berbagai upaya dalam mencegah dan mengendalikan HIV di Kota Pahlawan. Mulai dari melakukan kampanye penyebarluasan informasi pencegahan dan penularan HIV bagi pelajar, membentuk petugas penjangkau untuk melakukan edukasi dan skrining HIV pada kelompok beresiko dengan sasaran waria, lelaki seks dengan lelaki, pengguna narkoba suntik (Penasun), serta pekerja rumah hiburan umum (RHU).
“Kami melakukan pemeriksaan HIV secara mobile/bergerak menyasar pada RHU dan tempat-tempat yang diduga sebagai hotspot (lokasi) kelompok beresiko. Selanjutnya, melakukan layanan testing HIV yang di fasilitas oleh layanan kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit pemerintah dan swasta, maupun klinik utama,” ujarnya.
Tak hanya itu, Dinkes Kota Surabaya terus melakukan pemeriksaan Early Infant Diagnosis bagi bayi usia minimal 6 minggu. Pihaknya juga melakukan skrining HIV secara rutin setiap 3 bulan sekali bagi perilaku kelompok berisiko penularan virus HIV. Pemberian pengobatan ARV Test and Treat juga diberikan secara gratis, serta memperluas akses pengobatan HIV pada puskesmas dan rumah sakit.
“Kami membentuk pendamping sebaya dari komunitas ODHIV di wilayah kerja untuk memberikan support psycho-sosial. Selain itu, kami juga memberikan dukungan PMT bagi ODHIV untuk mempertahankan kondisi kesehatan dan meningkatkan imunitas, pendampingan, konseling dan kunjungan rumah (home care) untuk memperkuat kondisi psikologis pasien,” lanjutnya.
Dinkes Kota Surabaya juga berkolaborasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain di lingkup Pemkot Surabaya dalam penanganan permasalahan kependudukan, seperti kebutuhan Akte dan Kartu Keluarga (KK).
“Penguatan kelompok dukungan sebaya (KDS) melibatkan ibu hamil HIV dan anak-anak dengan HIV juga terus dilakukan. Penguatan konseling oleh dokter atau psikolog di layanan HIV baik bagi pasien, pasangan pasien, dan keluarga juga demikian,” tandasnya. (*)