Oleh Djoko Tetuko
Mengunjungi Kota Wisata Batu, pasti banyak pilihan di antara wisata modern dalam berbagai komprehenship perpaduan wisata kuno (lama) dengan wisata alam, juga wisata kreatif. Bahkan tidak kalah penting promosi destinasi wisata itu sendiri ketika dikampanyekan begitu kuat manajemen alami dari “mulut ke mulut”.
Sabtu (7/10) malam hingga Minggu (8/10/2023) melihat kembali Kota Wisata Batu, rasanya masih kuat stempel atau Cap Wali Kota sangat bersahaja dengan pemikiran fonumental, H Eddy Rumpoko. Walaupun ER biasa dipanggil dalam kepemimpinan masih dilanjutkan sang isteri, Dra Hj Dewanti Rumpoko. “Cap ER” itu begitu kuat membekas bahwa putra sulung (alm) Ebes Sugiono, benar-benar menenun dengan tenun berkualitas. Juga membatik dengan goresan canting batik begitu kuat mempesona.
Gambaran itu begitu tampak setelah melihat sampai hampir pukul 24:00 di alun-alum “Kota Wisata Batu” masih hidup seperti di siang bolong. Percaya atau tidak, bukan sulap juga bukan tipu muslihat itulah kenyataan. Maghnit alun-alun dengan sentuhan bianglala, arena bermain anak-anak, taman dengan mode buah apel, pusat jajan khas batu, masjid begitu megah, mobil lampu buatan, serta berbagai fasilitas menarik. Mampu menarik perhatian wisatawan dari berbagai daerah menjadikan Alun-alun Kota Wisata Batu, salah satu tujuan wisata yang wajib dikunjungi.
Ketika menyapa teman bahwa akan ke Kota Wisata Batu, dipersilakan bermalam di Kusuma Agrowisata, dengan view (malam, fajar, pagi, dan siang hingga sore) begitu menakjubkan, memang tidak salah jika bertamasya tidak mengunjungi Kota Wisata Batu. Apalagi ER terus memantau perkembangan untuk kemanfaatan dari berbagai sudut Kota Batu yang bisa “dijual” termasuk warung kopi di pinggiran jalan yang mampu menyedot pengunjung “menghidupkan Kota Wisata Batu”.
Mengapa masih memberi “Cap ER” ? Perkembangan obyek wisata Kota Wisata Batu, adalah sebuah “keajaiban” dengan seakan akan serba petunjuk dan pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Esa. Dari Wali Kota pertama Dr. H.M.
Imam Kabul
M.Si. M.Hum, ketika saya aktif di Harian Pagi Memorandum sempat diajak diskusi bersama (alm) H Agil H Ali, guru besar wartawan, tentang mengubah Batu menjadi Kota Wisata, tentu membutuhkan proses dan berbagai kreatifitas secara realistis diwujudkan. Tetapi belum menemukan ikon hingga mengundang decak kagum wisatawan dengan tanpa diundang datang memberikan harapan. Bahkan ikhlas berkampanye mengajak datang ke Kota Wisata Batu.
Pada masa Wali Kota Eddy Rumpoko, dengan “keajaiban datang tanpa diundang” terus menenun dan membatik, menjadi kekuatan sebuah Kota Wisata idaman hingga semalam. Tentu ke depan membutuhkan keajaiban-keajaiban untuk mempertahankan dan meningkatkan menjadi lebih sehat, hebat dan bermartabat. Sehingga wisatawan akan mendapatkan nikmat begitu hangat untuk terus menjadi bagian mengangkat derajat kota seribu bunga di bawah gunung dan bukit seakan sebagai pagar alam keindahan.
Suatu hari pertemuan terbatas di Semarang bersama sejumlah wartawan dari Surabaya dengan ER, begitu asyik ngobrol dengan “Pak Lurah” — sebutan lain Wali Kota ER—, tentu lebih mangasyikkan tentang Kota Wisata Batu, begitu dahsyat perubahan ke wisata modern dengan tetap menawarkan beraneka ragam sentuhan “keajaiban dunia”.
Tulisan Catatan Kecil Eddy Rumpoko, menjadi cerita pertemuan di Semarang itu begitu gayeng. Dan tulisan itu juga pernah dibuat di WartaTranspansi.com. Seperti di bawah ini;
MALAM itu saya kedatangan tamu di rumah dinas sekaligus ruang kerja, di pendopo. Ketika itu belum ada Balaikota Among Tani sebagaimana yang sekarang berdiri megah dengan lima lantai, di Jl. Sudirman, Kota Wisata Batu.
Tamu saya itu mungkin bisa disebut Kera Ngalam asli, yang cukup dikenal luas sebagai pengusaha toko kacamata. Dia datang bersama seorang arsitek bangunan kondang, yang sekarang tinggal di Kota Surabaya.
Meskipun sesama Kera Ngalam, terus terang saya tidak terlalu akrab, kecuali sekadar saling mengetahui, saling tahu sama tahu, walaupun mereka berdua lebih senior dibanding saya sebagai pengusaha asal Bumi Arema. Ibaratnya, sesama arek-arek lawas hanya saling kenal.
Sebagai tuan rumah, saya menerima keduanya karena ingin mengetahui apa maksud mereka. Ternyata mereka ingin membangun hotel berbintang, setelah melihat perkembangan pesat di sektor pariwisata yang terjadi di Kota Wisata Batu.
Menurut keduanya, peluang investasi hotel cukup bagus. Apalagi setelah dijelaskan bahwa salah satu dari mereka telah memiliki lahan seluas dua hektar. Lahan itu dimilikinya sejak tahun 80an, dan lokasinya persis berada di belakang Jatim Park 2.
Sebagai tuan rumah yang berharap sekali masuknya investasi di sektor pariwisata, khususnya berupa hotel berbintang. Saya sangat menyambut baik maksud kedatangan dua orang tamu saya itu, agar Kota Wisata Batu semakin lengkap sehingga dapat berkembang dengan segera. Saya jadi ingin sekali melihat lokasi lahan milik salah satu tamu saya tersebut, dan ingin pula segera tahu detail rencananya.
Seminggu kemudian kami bersama-sama melihat lokasi yang dimaksud. Saya datang didampingi beberapa staff Pemkot, dan kami semua melihat lokasinya benar-benar bagus dan menjanjikan. Viewnya membelakangi Gunung Panderman, sedang di depan nampak Gunung Arjuno. Hongsiu!
Pertemuan berikutnya dilakukan, setelah melihat peruntukannya memang sudah sesuai dengan tata ruang. Calon investor itu kemudian mengutarakan keinginan untuk membangun hotel bintang tiga. Tidak, jawab saya. Hotel bintang tiga sudah ada, tidak jauh dari lokasi itu.
Pada pertemuan berikutnya, calon investor datang dengan membawa data dan analisis dari pihak konsultan yang menyimpulkan kalau membangun hotel bintang 5 di Kota Wisata Batu tidak menguntungkan karena secara market belum layak.
Dengan tegas keinginan calon investor itu saya tolak. Karena saya tidak ingin beberapa orang yang sudah berinvestasi dengan membangun hotel melati atau yang bintang 3 akan saling bersaing secara tidak sehat, dengan saling memperebutkan market yang sama. Hal ini saya sampaikan karena menyangkut pula performance Kota Wisata Batu secara keseluruhan.
Menata kota itu tidak hanya berurusan dengan peraturan dan prosedur administrasi. Tapi juga harus memikirkan upaya untuk melindungi semua pelaku usaha, termasuk para pelaku usaha yang telah lebih dahulu menanamkan investasi. Karena antar mereka itu sejatinya akan saling kait mengkait, dari pelaku usaha yang besar sampai pelaku usaha kecil yang sekarang lebih sering disebut dengan UMKM. Semuanya saling bersinggungan, dan semuanya harus diberi kesempatan untuk memperoleh keuntungan.
Home stay, villa, losmen , hotel melati, hotel berbintang berapapun, resort, restoran, warung, kaki lima sampai warkop, semuanya itu harus ditata dengan baik dan saling menguntungkan. Pemkot tidak semata-mata mengejar pajak pendapatan, namun yang utama juga dapat memfasilitasi wisatawan yang datang untuk memperoleh kenyamanan dan keamanan. Karena itu semuanya, termasuk para wisatawan yang datang, harus sama-sama mendapatkan keuntungan, bukan kerugian.
Deal! Akhirnya hotel bintang 5 jadi dibangun, dengan fasilitas yang lengkap, apalagi salah satu ownernya adalah seorang arsitek handal yang memiliki segudang pengalaman, dengan karya-karya tersebar baik di Surabaya maupun Jakarta.
Hotel bintang 5 itu bernama Hotel Golden Tulip, masuk jaringan managemen internasional, berada di kota kecil yang sebagian besar penduduknya adalah petani, dan terletak di Desa Oro-oro Ombo. Meskipun pada mulanya ada masalah berbelit dengan pihak lain tentang pintu masuk ke lokasi hotel, tapi akhirnya masalah itu bisa dicarikan solusinya.
Hari ini, hotel bintang 5 itu sudah enam tahun beroperasi, dan sudah dipergunakan untuk berbagai pertemuan penting, baik bertaraf nasional maupun international. Hotel ini juga sering jadi pilihan tamu-tamu VVIP untuk menginap ketika mereka berada di Kota Wisata Batu. Bersama gedung Balaikota Among Tani yang tak kalah megah, hotel itu sekarang menjadi salah satu ikon Kota Wisata Batu. Sangat membanggakan.
Sesuatu hal yang sebelumnya tidak terbayangkan, akhirnya bisa menjadi kenyataan. Berawal dari obrolan dengan dua orang tamu yang saya kenal tetapi tidak begitu akrab. Sambil minum kopi.
Pertemuan di pendopo itu tidak begitu lama. Dilanjut dengan perencaan yang tidak bertele-tele. Diteruskan dengan prosedur yang tidak berbelit tetapi tetap sesuai dengan peraturan yang diperlukan. Hanya dalam waktu sekitar satu tahun sejak saya menerima keduanya, hotel bintang 5 Golden Tulip telah berdiri di kota yang hanya berpenduduk sekitar 150 ribu jiwa. Membanggakan.
Tulisan ER dari Semarang 25 Maret 2023, yang diceritakan ketika ngobrol di Semarang juga, kini menjadi sebuah maghnit baru di Kota Wisata Batu. Hanya masihkah berhenti dengan “Cap ER” atau memperkuat stempel itu supaya kekuatan Kota Wisata Batu semakin mendunia. Juga menjadi penyanggah ekonomi kerakyatan, khusus bagi warga asli Kota Batu. Semoga. (Djoko Tetuko)
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa melantik Aries Agung Paewai sebagai Penjabat (Pj) Wali Kota Batu di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (19/1/2023). (*)