Melawan Peraturan Patgulipat

Melawan Peraturan Patgulipat
H.S. Makin Rahmat

MASIH adanya perselisihan terhadap produk hukum, mulai Perda (Peraturan Daerah), hingga undang-undang (UU) tentu menjadi keprihatinan bersama.

Munculnya gugatan yudicial review yang diajukan terhadap produk UU ke Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi hak hukum seseorang, kelompok, bahkan publik guna memberikan kepastian hukum.

Faktanya, masih banyak produk hukum yang sudah disahkan menjadi perdebatan. Bukan sekedar pada penafsiran bab, pasal, dan ayat yang tercantum dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Ternyata, kita mulai bisa menilai bahwa produk hukum yang dibikin oleh DPR RI bersama presiden (eksekutif) diduga hanya melindungi kepentingan konglomerat, penguasa, mafia hukum yang bisa memesan pasal dan ayat demi melanggengkan jaringan mafia bisnisnya.

Maka, izinkan Al Faqir menyampaikan aspirasi setidaknya bagian dari bentuk konstitusi dalam menyambung aspirasi masyarakat. Sehingga para pembuat UU, peraturan dan kebijakan memiliki kualifikasi dan tanggung jawab di hadapan Allah SWT.

Sesuai firman Allah SWT dalam QS Al Isro ayat 15:
مَّنِ ٱهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِى لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS Al Isro 15).

Maka kunci sukses terhadap produk hukum adalah melibatkan unsur yang memang memiliki keahlian, kemampuan, dan intregitas. Bahwa tugas yang diberikan merupakan bagian penting dalam menyokong kepentingan rakyat dan hajat publik.

Bila mengacu pada Pasal 20 UUD 1945 yang berbunyi: (1), Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. (2),
Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Setidaknya, filter akhir saat pengodokan di DPR untuk disahkan, para wakil rakyat sepatutnya merasa dirinya bagian dari masyarakat bukan mewakili investor, pemilik modal, apalagi masuk sistem demi mendapatkan sesuatu. “Kami dapat berapa?”