Ketika peradaban manusia sudah mulai modern, mulai membutuhkan perkembangan menuju penyempurnaan dalam menandai peristiwa dan sejarah, maka Islam dengan tuntutan Al-Qur’an melegitimasi dengan membuat bulan dengan putaran satu tahun sebanyak 12 bulan.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) pada (Surat At Taubah 36), Artinya: “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram (Rajab, Dzulqoidah, Dzulhijjah dan Muharam) …”
Ketika para sahabat ingin menandai nama-nama selama 12 bulan, juga menentukan penanggalan dengan tahun Hijriyah, maka Ali bin Abi Thalib Rodlillohu Anhu (RA), mengusulkan bahwa tahun Hijriyah diawali sejak tahun berhijrah dari Makkah ke Madinah.
Peristiwa bersejarah itulah disepakati sebagai awal tahun baru bagi umat Islam. Dan sebagai umat Islam seluruh dunia wajib melakukan refleksi atau kontemplasi (perenungan) untuk menuju kebaikan dan kebangkitan.
Pada dasarnya Hijrah Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wassalam (SAW) dari Makkah ke Madinah, merupakan perintah Allah SWT untuk melakukan perubahan dari sebuah kota dengan “perlawanan” dari kaum Qurais begitu dahsyat, menuju Kota damai dan sejarah, Al Madinah Al Munawaroh (kota yang bercahaya ; kota yang cemerlang).
Maka ketika kita memasuki tahun baru Hijriyah 1445 dengan berbagai perubahan dan agenda perubahan dunia, juga agenda perubahan Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI) dihadapkan pada tantangan demokrasi dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta DPR RI juga DPD RI pada 14 Februari 2024.
Perubahan ekonomi menuju penguatan sebagai negara dengan kekayaan alam dan berbagai potensi luar biasa, menuju perubahan dengan harapan menjadi negara berdiri di atas kaki sendiri.
Perubahan umat atau warga negara, ingin bersama masyrakat dunia menatap kemajuan teknologi tanpa mampu menjual atau menggadaikan harga diri. Maka berniat berhijrah adalah keniscayaan.
Dalam bahasa populer perubahan Indoensia dengan harapan demokrasi terjaga, ekonomi semakin kuat, dan rakyat semakin dekat menikmati dengan berbagai perubahan positif sebagai kebangkitan. Maka momentum tahun baru Hijriyah 1445 inilah, saat paling tepat menuju “Kebangkitan Sejati” di semua lini. Ibarat bahasa manejemen totalitas melakukan perubahan, ibarat bahasa sepakbola total football dalam permainan.
Mengapa demikian? Karena tahun Hijriyah secara harfiah memang ditandai dengan perilaku secara totalitas sebagaimana firman Allah SWT, (Surat Al Baqarah 218), “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,”.
Ayat itu memberikan petunjuk bahwa persyaratan melakukan hijrah harus dengan iman, kemudian keyakinan itu menjadi modal hijrah (pindah) serta kepindahan itu dalam jalan Allah SWT. Semata-mata karena Allah. Karena mengharapkan rahmat Allah sebagaimana pada naskah Pembukaan UUD 1945.
Sebab melakukan hijrah seperti itu, sebagiamana janji Allah pada (Surat Ali Imran 195), “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain.
Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang gugur, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik.”
Bahkan dalam berhijrah secara totalitas diberi petunjuk, supaya tidak mendzalimi diri sendiri atau melakukan maksiat dengan kesengajaan, melakukan suap menyuap dengan terang-terangan, melakukan korupsi seperti demonstrasi. Sebab pada bulan awal Hijriyah, termasuk bulan yang diharamkan, yaitu bulan Muharam termasuk empat bulan disebutkan dalam Al-Qur’an. (Rajab, Dzulqoidah, Dzulhijjah, dan Muharam).
Oleh karena itu, memasuki awal tahun baru 1445 Hijriyah pada bulan Muharam (Suro, Jawa), perilaku hamba atau warga, setiap manusia ketika berniat melakukan hijrah, harus dengan sungguh-sungguh mengubah secara totalitas menuju kebaikan, menuju “Kebangkitan Sejati”. Dimana kebangkitan dengan keyakinan dan modal berpindah dari sesuatu yang salah atau menyimpang ke perilaku yang baik serta menjaga “jalan kebenaran”, jalan yang lurus. Sebagaimana para pendahulu memberikan contoh berjalan di jalan yang lurus.
Kesungguhan dalam mengubah dan berpindah ke jalan yang lurus, dengan niat melakukan kebangkitan atau bangkit dari keterpurukan, atau bangkit dari kekurangan dalam banyak hal, termasuk ibadah dan bermasyarakat sarta berdemokrasi. Maka akan melahirkan “Kebangkitan Sejati”. Kebangkitan dengan banyak memperoleh manfaat, sebab InsyaAllah berbagai usaha usaha akan berhasil atau terkabulkan.
Sebagaimana doa pada awal tahun baru Hijriyah; “Tuhanku, Kau yang Abadi, Qadim, dan Awal. Atas karunia-Mu yang besar dan kemurahan-Mu yang mulia, Kau menjadi pintu harapan. Tahun baru ini sudah tiba. Aku berlindung kepada-Mu dari bujukan Iblis dan para walinya di tahun ini”.
“Aku pun meminta pertolongan-Mu dalam mengatasi nafsu yang kerap mendorongku berlaku jahat. Kepada-Mu, aku memohon bimbingan agar aktivitas keseharian mendekatkanku pada rahmat-Mu. Wahai Tuhan Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan.”
“Kebangkitan Sejati” dengan memohon kepada pemilik sah Kebesaran dan Kemulian, Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sebuah pilihan bahwa menuju perubahan besar memang membutuhkan kesungguhan dan totalitas, sebagaimana perintah hijrah dan menjadi awal tahun hjjriyah, sekaligus kebangkitan umat Islam dengan mengedepankan peradaban, akhlaq, budi pekerti. Mampu menjadi teladan kehidupan kota Madinah yang pluralis menjadi kehidupan aman, nyaman, dan sejahtera.
Harapan Indoensia menuju kehidupan masyarakat yang aman, nyaman, dan sejahtera dengan potret hampir sama dengan Madinah pada masa itu. Bahkan juga berharap Toto Tenterem Kerto Raharjo, maka hijrah (perpindahan atau perubahan) harus dilalui dengan semangat hijrah dengan sungguh-sungguh.
Tentu saja perubahan dari semua tatanan kehidupan juga tata kelola pemerintahan yang berkeadilan sebagaimana sila kelima Pancasila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indoensia”. Mari hijrah sungguh-sungguh, menuju Kebangkitan Sejati”. InsyaAllah akan menemukan negeri Gemah Ripah Loh Jinawi. (*)