Gagasan Trisakti, lanjut Mendikbud pada Kabinet Jokowi Jilid Satu ini, dipicu pengalaman kolonialisme di Indonesia yang berdampak pada rusaknya mental bangsa. Sistem perekonomian yang tergantung pada pasokan asing.
Mental terjajah yang menggerus budaya bangsa. Sehingga, melupakan semangat gotong royong yang menjadi modal sosial dalam meneguhkan solidaritas politik maupun ekonomi Indonesia. “Singkatnya, Trisakti mengajarkan tiga prinsip untuk mmembangkitkan mental kejayaan Indonesia,” tegasnya.
“Untuk kepentingan bangsa, kepentingan nasional harus punya kesadaran sejarah. Tidak mungkin kita tidak ngerti sejarah kemudian tahu arah perjalanan bangsa ini terutama untuk menuju cita-cita kejayaan Indonesia,” ujarnya.
Muhadjir menyampaikan, untuk menggapai cita-cita bangsa Indonesia menjadi negara yang maju dan berkeunggulan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tentu menjadi basis utama.
Namun, dia mengingatkan bahwa pengetahuan dan pemahaman akan sejarah bangsa juga harus ditanamkan sebagai landasan untuk menggapai cita-cita bangsa.
“Saya baru ‘ngeh’ kenapa Bung Karno punya istilah keren JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah). Dan ini yang kita sering lupakan, banyak yang suka nyebut Jas merah tapi dia sehari-hari jas hitam, artinya dia tidak memahami sejarah Indonesia,” ujarnya.
Muhadjir berharap, ke depannya kegiatan Sarasehan Revitalisasi Trisakti bisa memiliki keberlanjutan untuk menyediakan program yang bertujuan untuk menanamkan pemahaman sejarah pada kalangan milenial, mulai dari tingkat bawah SD sampai tingkat perguruan tinggi, mulai dari dasar sampai mendalam.
“Nanti juga milenial bisa mencari dan menemukan sendiri pemahaman sejarah, yang penting nanti kota sediakan kontemnya, baik mulai dari yang soft sampai yang lebih mendalam,” ucapnya .(*/ANO)