Dia pun mengajak masyarakat bersyukur karena konstitusi Indonesia memberikan mandat kepada negara untuk memprioritaskan anggaran pendidikan, yakni sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta APBD untuk memenuhi anggaran pendidikan nasional.
Menurut Bamsoet, alokasi anggaran tersebut berhasil meningkatkan akses pendidikan bagi rakyat.
“Berdasarkan data Organisation for Economic Co-operation and Development, pada tahun 2000 penduduk usia 15 tahun yang bersekolah pada jenjang SMP atau SMA hanya sebesar 39 persen. Pada tahun 2018, angka tersebut meningkat pesat menjadi 85 persen,” terang Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, Yayasan Indonesia Forum dalam Visi Indonesia 2030 memproyeksikan kekuatan ekonomi Indonesia mencapai posisi lima besar dunia pada tahun 2030.
Pada tahun itu, lanjut Bamsoet, bangsa Indonesia diproyeksikan berada pada posisi puncak bonus demografi, dengan tingkat pendapatan per kapita mencapai USD18.000 per tahun, terbesar kelima setelah China, India, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
“Sementara dalam laporan ‘Essential 2007’ yang diterbitkan United Bank of Switzerland (UBS), diprediksi pada tahun 2025 Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar ke-7 di dunia dan pada tahun 2050, posisi Indonesia akan menempati urutan ke-5,” paparnya.
Menurut Bamsoet, berbagai proyeksi tersebut menggambarkan besarnya potensi kekuatan perekonomian nasional dan kontribusi bonus demografi. Karena itu, momentum tersebut tidak boleh dilewatkan secara sia-sia.
Selain itu, Bamsoet mengatakan bangsa Indonesia juga perlu belajar dari pengalaman negara-negara yang telah mengoptimalkan periode bonus demografi, seperti Korea Selatan, Tiongkok, dan Jepang yang memanfaatkan bonus demografi di negaranya dengan mempersiapkan sumber daya manusia.
“Sehingga ketika berada pada fase bonus demografi, keberlimpahan penduduk usia produktif bertransformasi menjadi sumber daya pembangunan yang tidak hanya memiliki daya saing, kreatif, dan inovatif, namun juga memiliki karakter dan wawasan kebangsaan,” ujar Bamsoet. (ant/min)