LaNyalla: DPD RI Tak Maksimal Karena Bukan Pembentuk Undang-Undang

LaNyalla: DPD RI Tak Maksimal Karena Bukan Pembentuk Undang-Undang

BANGKALAN (Wartatransparansi.com) – Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), AA LaNyalla Mahmud Mattalitti memaparkan jika saat ini, lembaga yang dipimpinnya tak memiliki kewenangan maksimal dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Sebabnya, dalam sistem bernegara saat ini DPD RI bukanlah pembentuk undang-undang.

“Sebagai wakil dari daerah, faktanya dalam konstitusi kita DPD RI bukanlah pembentuk undang-undang. Inilah sistem bernegara hasil dari era Reformasi, di mana UUD 1945 naskah asli telah mengalami amandemen sebanyak 4 kali pada tahun 1999-2002 yang mengubah lebih dari 95 persen isi pasal-pasalnya,” tutur LaNyalla saat mengisi Kuliah Umum Wawasan Kebangsaan dengan tema “Mengembalikan Kedaulatan dan Mewujudkan Kesejahteraan
Indonesia di Universitas Trunojoyo Madura, Jumat (12/5/2023).

Oleh karenanya, LaNyalla menilai jika saat ini banyak yang kecewa dengan undang-undang yang ada, apakah itu UU Cipta Kerja, UU Minerba atau UU Ibu Kota Nusantara yang memberikan kemudahan kepada investor untuk
menguasai tanah, begitu juga dengan Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang diprotes kalangan tenaga medis, maka DPD RI tidak bisa secara maksimal memperjuangkan.

Berangkat dari fakta tersebut, Senator asal Jawa Timur itu mengajak kepada seluruh elemen bangsa, termasuk di dalamnya Civitas Akademika Universitas Trunojoyo Madura, untuk mendorong konsensus nasional kembali kepada UUD 1945 naskah asli, untuk selanjutnya diperbaiki dan diperkuat dengan teknik addendum.

Hal ini penting, agar kita kembali kepada arah bernegara yang sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa, di mana kedaulatan benar-benar berada di tangan rakyat, melalui wakil-wakil mereka yang duduk di Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia atau MPR RI sebagai lembaga tertinggi di Indonesia.

Menurut LaNyalla, itulah konsepsi sistem bernegara kita yang tertuang di dalam
Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945, di mana terdapat wakil-wakil yang dipilih dan utusan-utusan yang diutus untuk berada di MPR.