Tega, Seorang Ibu Digugat Anak Kandung Terkait Warisan

Tega, Seorang Ibu Digugat Anak Kandung Terkait Warisan

Kemuadian dalam putusan di PTUN surabaya juga demikian eksebsi yang diajukan oleh kuasa hukum pihak tergugat awal dari yaitu tim hukum kantor “Barometer Hukum Indonesia” law firm Banyuwangi. Diantara putusan PTUN sangat menciderai hukum,

1. Pertimbangan menggunakan dasar Undang undang atau aturan yang sudah tidak diberlakukan, perkara jni masih ditangani atau diajukan pemeriksaan di peradilan Umum dan juga belum inckrah berkekuatan hukum tetap masih ada uoaya hukum lanjutan. PTUN majelis hakimnya seharusnya tidak menerima gugatan ini. Biar selesai dulu sengketa keperdataanya, supaya tidak terjadi benturan hukum yg berbeda antara dua lembaga peradilan. Dan itu jelas ada aturan dan yurisprodensinya. Tapi aneh juga PTUN berani memutus perkara ini. Dengan pertimbangan yang sangat kurang cermat dan tendensius.

a. Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Tidak cermat dan Teliti dalam menilai fakta persidangan dalam perkara ini;

i. Obyek Sengketa dalam perkara a quo masih berstatus sengketa hak di Pengadilan Negeri Banyuwangi, dan saat ini masih dalam upaya hukum Banding belum inkracht, dan masih ada upaya-upaya hukum lagi berupa Kasasi dan PK, sedangkan Putusan PTUN ini akan berakibat kekacauan hukum jika pada akhirnya sengketa di Peradilan Umum ini saling bertentangan isi putusannya;

Hal ini juga mengabaikan Yurisprudensi Mahkamah Agung :
Yurisprudensi Nomor 88.K/TUN/1993 tanggal 9-9-1994 yang berbunyi “Meskipun sengketa ini terjadi akibat adanya Surat Keputusan Pejabat atau Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), tetapi dalam sengketa tersebut terdapat sengketa perdata menyangkut pembuktian status dan hak atas tanah yang masuk dalam lingkup kewenangan Hakim Perdata, maka sengketa tersebut seharusnya terlebih dahulu diselesaikan melalui Badan Peradilan Umum”.

ii. Pertimbangan dalam Putusan seakan-akan Penggugat telah mengajukan blokir sebelum Gugatan padahal, blokir diajukan setelah Gugatan bukan sebelum Gugatan;

iii. Pertimbangan dalam Putusan seakan-akan pihak Badan Pertanahan Nasional sudah mengetahui dan terlibat dalam perkara Perdata di Pengadilan Negeri, padahal Pihak Badan Pertanahan Nasional tidak pernah dilibatkan dalam Gugatan Perdata;

b. Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya TELAH SALAH dalam menerapkan hukum sebab menggunakan Dasar Hukum yang sudah dinyatakan dicabut.

judex facti tingkat pertama dalam pertimbangannya pada halaman 54 putusan perkara a quo menggunakan dasar hukum Pasal 45 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997, Bahwa Pertimbangan Hakim tersebut SALAH sebab pasal 45 ayat ( 1) huruf e Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 yang berbicara tentang syarat : e. tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan , pasal ini sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Pasal 103 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

3. Kami selaku kuasa lanjutan dalam perkara ini yang sebelumnya dikuasakan oleh teman sejawat kami dari Banyuwangi, yaitu Ir. SAIFUL MUTTAQIN.SH.MH. dan rekan yang berkantor di “BAROMETER HUKUM INDONESIA” law Firm Banyuwangi.
Ada beberapa Point yang harus diperhatikan:

1. Kaitan bahwa perkara ini masih di ranah perdilan Amum harus diselesaikan dulu sampai inkrah supaya ada kepastian hukumnya, selanjutnya jika dalam pelaksaanaan menjalankan putusan ada kaitan dengan Keputusan tata usaha negara bisa digugat di PTUN Surabaya. Kenapa demikian supaya tidak tumpeng tindih, supaya tidak rancu dalam proses beracaranya.

2. Kaitan bahwa Judec Facti yang telah memutus di PTUN Surabaya dalam pertimbangannya menggunakan suatau aturan hukum yang sudah tidak diberlakukan seperti yang saya jelaskan diatas. Ini hakim paham tidak atau Lupa atau Tidak Tau atau tidak mengerti dengan system peradilan dan falsafah hukum. Baik itu dalam hukum formil beracara atau dasar pertimbangan hukumnya.

3. Kaitan bahwa judec facti telah memanipulasi bahasa atau permainan bahasa dalam pertimbangan hukumnya, tidak jelas dan tidak cermat, tidak teliti, dalih penggugat telah melakukan blokir di BPN memang ada tapi dilakukan setelah Obyeh SHM beralih kepada tergugat.

Pertimbangannya tanpa melihat kapan dan kemana pemblokiran itu dilakukan, judec facti harus cermat teliti jangan asal hanya sudah ada surat pemblokiran tanpa melihat isi dan redaksi kejadian waktunya, seakan akan yang penting sudah ada pemblokiran, tapi pemblokirannya kapan tidak dilihat. Kekurang cermatan ini menimbulkan ketidak adilan dalam penilaian dan putusan, hal ini sangat sangat mencederai pencari keadilan dan hukum di Indonesia.

4. Saya juga membaca berkas berkas yang ada selama proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri Banyuwangi juga demikian. Adanya kurang pihak, surat kuasa yang salah (syarat formil hukum acara perdata), dan ada beberapa eksepsi ini diputus dengan pertimbangan yang menabrak semua aturan hukum acara. Dan masih banyak lagi yang pertimbangan pertimbangan Majelis Hakim sangatlah memilukan dan menciderai hukum di Indonesia.

Untuk itu kami mengharap sebagai kuasa lanjutan agar supaya Mahkamah Agung, Komisi yudicial, Hakim Pengawas, lembaga pemerhati hukum, praktisi hukum untuk ikut memperhatikan proses peradilan ini hingga selesai. Karena persidangannya bersifat terbuka, jangan sampai putusan putusan di paksakan dikondisikan dan menabrak semua aturan hukum. Imbuh hendra sebagai team kuasa hukumnya. (*)