Memaknai Kemenangan Pasca Ramadhan : Iman, Ilmu dan Amal

Memaknai Kemenangan Pasca Ramadhan : Iman, Ilmu dan Amal
Muchamad Taufiq

Dr. Muchamad Taufiq, S.H.,M.H.,CLMA

Puncak Ramadhan telah terdaki. Semoga Allah yang memiliki mata melebihi ketajaman cahaya matahari serta memiliki kasih dan sayang seteduh cahaya rembulan, menggolongkan kita sebagai orang yang memiliki keihlasan hati, dan hati yang selamat.

Orang yang kelak akan masuk syurga dan berjumpa dengan Allah SWT, tidak identik dengan orang yang banyak ilmunya saja, tidak identik dengan yang banyak ibadah dan amalnya saja.

Ternyata yang akan berjumpa dengan Allah adalah orang yang berilmu dan beramal yang berbuah hati yang ihlas dan selalu ridha menerima ketetapan Allah SWT.

Hari ini atau esok (Jumat & Sabtu/21-22 1444 April 2023) menandai perpisahan kita dengan bulan suci Ramadan. Sebuah bulan yang atas izin Allah, disalah satu malamnya terdapat keutamaan untuk beribadah yang setara dengan ibadah seribu bulan. Kira-kira menurut anak muda zaman now, sama dengan jalan tol yang bebas hambatan.

Kita telah berpisah dengan bulan penuh limpahan rahmat dan ampunan. Kita telah ditinggalkan oleh bulan yang puasa didalamnya menutupi salah dan dosa. Kita telah ditinggalkan oleh bulan diturunkannya al-Furqan. Kita hanya dapat berdoa, semoga atas izin Allah akan bertemu lagi dengan bulan Ramadan yang akan datang.

Betapa banyak orang-orang yang kita kasihi dan kita sayangi, orang tua kita, saudara, kerabat dan tetangga; mereka yang dulu pernah bersama kita, masih terbayang senyuman mereka dipelupuk mata, tapi kini mereka tiada lagi, mereka tengah tidur panjang menuju keabadian, hanya kenangan yang tak mungkin terlupa.

Marilah berdamai, bersahabat dengan baik, yang muda menghormati yang tua, yang tua menyayangi yang muda. Jangan tercerai berai dan silang sengketa karena demikianlah Islam mengajarkan kepada kita.

Terdapat 3 hikmah dari puasa Ramadan yaitu : 1)Ramadan sebagai Pesan Moral (Tahdzibun Nafsi); 2)Ramadan sebagai Pesan Sosial; dan (3) Ramadan sebagai Pesan Jihad.

Pertama, Abû Hâmid al-Ghazâlî berkata: bahwa pada diri manusia terdapat 4 sifat, 3 sifat pertama berpotensi untuk mencelakakan manusia, sementara satu sifat yang lain berpotensi mengantarkan manusia menuju pintu kebahagiaan. Sifat-sifat dimaksud adalah : (1)sifat kebinatangan, tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa rasa malu; (2) sifat buas, tanda-tandanya banyaknya kezaliman dan sedikit keadilan.Yang kuat selalu menang sedangkan yang lemah selalu kalah meskipun benar; (3)sifat syaithaniyah, tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yang menjatuhkan martabat manusia; (4)sifat rububiyah, ditandai dengan keimanan, ketakwaan dan kesabaran.

Muslim yang dapat mengoptimalkan dengan baik sifat rububiyah di dalam jiwanya niscaya jalan hidupnya disinari oleh cahaya Al-Qur’an, prilakunya dihiasi budi pekerti yang luhur (akhlaqul karimah). Selanjutnya, ia akan menjadi insan muttaqin, insan yang menjadi harapan setiap orang.

Namun ketika sifat “kebinatangan-kebuasan-syaithaniyah” ini lebih mewarnai sebuah masyarakat atau bangsa, dimana keadilan akan tergusur oleh kezaliman, sulit membedakan mana yang hibah mana yang suap, penguasa lupa akan tanggungjawabnya, rakyat tidak sadar akan kewajibannya, kebaikan menjadi sesuatu yang terasing, ketaatan akhirnya dikalahkan oleh kemaksiatan.

Jika hal itu terjadi, niscaya keadaan masyarakat yang demikian sangat mengkhawatirkan. Kita segera ber-istighfar, segera bertaubat, segera bersujud memohon ampunan-Nya.