Masing-masing imam memiliki karakter dan pliihannya sendiri-sendiri. Kami sebagai jemaah, bagaimana pun imamnya, sepanjang tidak menyimpang, pastilah wajib mengikuti mereka.
Hamba pernah mencoba bertanya kepada salah seorang imam subuh kami, bagaimana cara dia memilih surat atau ayat yang mau dibacakannya. Dia terlihat terkejut mendengar pertanyaan hamba, tetapi sesaat kemudian dia menjawab dengan diplomatis.
“Ya, yang pertama-tama, tentu yang saya hafal,” jawabnya sambil tersenyum.
Hamba pun tak mengejar dengan pertanyaan lainnya , lantaran itu masuk wilayan otoritas dari imam.
Tak hanya itu yang kita ikuti dari imam. Ada imam yang saat memimpin sholat subuh, melaksanakan sunah sujud tilawah. Sujud ini belum banyak diketahui jemaah apalagi menjadi kebiasaan. Kendati begitu, sebagai makmun, kita tetap harus mengikuti imam.
Manakala sholat subuh telah rampung dan memasuki zikir dan doa, imam juga punya pilihan atau cara masing-masing. Ada imam yang tetap duduk menghadap ke kiblat. Jadi, tak mengubah posisinya. Ada pula imam yang mengubah arah dudunya ke kanan.
Kemanan pun arah yang dipilih imam, kita tidak dapat
mengajukan keberatan.
Pada saat prosesi sholat subuh selesai, ada imam yang bersedia dan malah berinisatif berjabatan tangan dengan jemaah yang duduk di belakang kiri kanan dekatnya, bahkan dengan jemaah lainnya. Namun ada pula yang kemudian langsung berdiri tanpa merasa perlu bersalaman dengan para jemaahnya yang duduk didekatnya, apalagi dengan para jemaah lainnya.
Apapun pilihan imannya, kita harus menerimannya dengan ikhlas dan lapang dada. Kita tidak dapat mengajukan protes terhadap pilihan para imam yang berlain-lainan, sepanjang tidak menyimpang dari akidah.
Imam juga manusia.
Mungkin saja terkadang suatu ketika membaca ayat atau surat dia lupa atawa keliru. Islam rupanya juga mengajarkan suatu sistem yang bijak. Imam yang agak lupa atau keliru bagian bacaannya, diberitahu dengan lisan terutama oleh jemaah yang berada dekat di belakangnya. Kalau ada kesalahan lainnya, bahunya ditepok. Lewat cara ini biasanya imam sudah sadar dan kembali dapat membaca ayat atau tata cara sholat yang benar kembali.
Disinilah islam memberikan tata cara koreksi yang elegan buat kita jika ada pimpinan yang kebetulan tidak sesuai dengan ketentuan. Islam mengajarkan agar koreksi dilakukan dengan tidak kasar, apalagi penuh kebenciaan.
Hal ini memberikan beberapa pelajaran kepada kita. Sebelum kita memilih dan menentukan seorang, atau beberapa orang imam, untuk memimpin sholat, kita harus yakin benar dia merupakan pilihan tepat yang terbaik. Selain dari hafalan dan suaranya, kita juga harus yakin dia bakal cakap dan amanah mengerjakan tugas-tugasnya sebagai iman.
Kita harus pastikan si imam tidak akan melakukan penyimpangan terhadap aqidah dan tata sholat yang baku. Ketika imam sudah memimpin sholat, kita tidak dapat menghentikannya dengan yang lain, kecuali ada alasan kuat yang luar biasa.
Sepanjang hamba sholat subuh di mesjid dekat rumah kami, hamba tidak pernah mengalami ada imam yang ketika sedang memimpin sholat dipaksa untuk diganti.
Mekanisme ini secara tidak langsung memberi pesan kepada kita, dalam
Kehidupan sehari-hari kita juga perlu memilih peminpin yang cakap, amanah, dan mementingkan kepentingan jemaah atau rakyatnya. Sebab sesudah seseorang terpilih menjadi peminpin, kita harus memeberi mereka kesempatan sampai usai masa baktinya, kecuali mereka melakukan penyimpangam prinsipil yang sudah disepakati sebelumnya.
Sholat subuh di mesjid, selain sebagai pembuktian diri kita tunduk dan patuh kepada Allah, rupanya juga memberikan pelajaran untuk menghormati peminpin, termasuk harus cermat memilih pemimpin kita.
T a b ik (*)
Wina Armada Sukardi, adalah wartawan dan advokat senior, serta Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah. Tulisan ini merupakan repotase/opini pribadi dan tidak mewakili organisasi._